Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for June 2008

Orang Bijak dan Petani, Kepala Bandit dan Anakbuahnya

with 22 comments

“Bagus panenmu” seru si kakek, yang duduk seharian di bawah pohon rindang di pinggir sawah, kepada seorang petani yang baru saja tiba disitu. “Iya kek, begitulah”, katanya pelan sambil menarik keledainya ke tepi saluran irigasi, rumput masih tumbuh subur dipinggirnya. Lalu dia duduk pada permukaan yang tidak rata, di atas satusatunya batu besar yang ada di situ, melawan dan mengobati rasa penatnya dengan tarikan napas panjang.

Dia kenal kakek itu, semua orang desa kenal, pemikir, suka membantu, terutama dalam menimbang dan menyelesaikan segala masalah. Hasilnya nyata, dapat dirasakan, menyejukkan dan tidak ternilai.

“Keledaimu menderita kulihat, apa isi karung itu?” tanya si kakek, sambil menunjuk dua karung di kiri-kanan punggung keledai.  “Yang satu pasir, yang satu lagi isinya padi, agar seimbang” sahut si petani.

Lalu si kakek bilang, “pasirnya buang saja, padinya bagi dua, isi ke masing-masing karung, lebih ringan”. Dan, si petani pun melakukannya.

“Terima kasih kek, dan mohon pamit”

“Kakek belum ingin pulang?”

“Tempatku disini”

” Kakek makan apa nanti?!”

“Itulah masalahnya, sedang kupikir”.

Seorang kepala bandit, marah besar kepada anakbuahnya. Saat itu mereka sedang membagi jarahannya. “Mengapa kau tangkap”, teriaknya sambil melotot. “Saya kan bisa mengelak!” lanjutnya. Si anakbuah diam saja, dia mengerti karakter bosnya yang sok jago. Dia baru saja menangkap batu yang mengarah ke kepala bosnya. Lemparan batu dari seterunya sesama bandit. Mereka rebutan lahan jarahan.

Jiiing…., sebuah batu mendesing tipis diatas kepala sang bos. “Mengapa tidak kau tangkap!, kamu biarkan aku dilukai orang hah?” “tugasmu kan mengawal aku!” dan si anakbuah tetap diam saja. Dia iba pada bosnya, yang memang tidak mengetahui situasi medan laga.

Bayangan si kakek, melekat dalam benak si petani. Dia cocok jadi tumenggung, pikirnya. Mereka, dia dan keledainya, melangkah cepat menuju rumahnya. Hmm….tetapi dia tak berdaya, makan untuk hidupnya saja tidak ada dan tidak pasti, si petani bergumam sendiri, ahh…biarlah dia jadi pemikir. Keledainya mengembik…mengibaskan ekornya, ia mencium bau kandangnya, mereka tiba.

Dasar kepala bandit, pikir anakbuahnya, dia tidak mengerti apa-apa, ngomong suka-suka, ditangkap polisi baru tau dia, gumamnya…aku mau keluar saja..dan tidak mau ikut dia lagi…sambil melangkah cepat menuju rumahnya.

__________________________

dari Bisik-bisik: Dari obrolan dengan teman karibku, antara hidup mandiri atau pegawai. Lebih baik hidup mandiri seperti petani, iya kan?! Anakbuah kepala bandit, bandit juga…..iya kan?!

Written by Singal

June 20, 2008 at 1:44 pm

Canda, Janji dan Teriakan, Tragis!!!

with 15 comments

“Harimau, harimau” teriakan gembala kerbau itu bergema di lereng gunung, dekat dengan kebun dan ladang desa. Lalu semua orang yang mendengar, datang berlarian membawa pacul dan parang atau apa saja yang ada, untuk membantu gembala itu. “Mana harimaunya?!” tanya semua orang, melihat si gembala duduk di punggung kerbaunya sambil tertawa tawa, “sudah lari” sahutnya enteng. Lalu mereka pulang dengan kecewa.

Tidak lama kemudian diulanginya lagi, “harimau, harimau” teriaknya. Lagi-lagi, semua orang yang mendengar datang. “Mana harimaunya?!” seru mereka, “tidak ada!” sahutnya enteng sambil terkekeh-kekeh.

Beberapa saat kemudian, si gembala berteriak lagi “harimau, harimau, hariiimaaauuu” dengan teriakan yang lebih keras dan bunyi suara yang bergetar dan ketakutan, tetapi tidak ada orang yang datang, meski mereka dengar jeritan itu, dan si gembala diterkam dan hilang tidak tentu rimbanya. Tragis!!!. ( Ingatan, dari buku bacaanku ketika SD).

“Pilih aku!!”, “kalau saya terpilih jadi tumenggung, kalian akan kuberi pakayan yang bagus, kuberi pekerjaan di sawahku, kuberi upah yang besar, biaya sekolah nol” bunyi teriakan kampanye di alun-alun. Orang pun berduyun-duyun datang mendengarkannya, menelan air liur masa lima tahun ke depan. “Hebat, calon tumenggung itu, akan kupilih dia” mereka ngobrol ketika pulang bersama-sama dengan muka berseri-seri. Tak lama kemudian setelah terpilih, “Mana pekerjaanku, mana biaya sekolah nol, mana upahku atas pekerjaanku?!”, teriak masyarakat. “Kita lagi krisis, mohon maklum” sahut Tumenggung dengan enteng. Tragis!!!

Canda dan janji memang berbeda bahkan bertolak belakang sama sekali. Dua-duanya sering diobral, baik oleh tukang canda baik oleh tukang janji, hasilnya membuat orang kecewa. Kecewa yang tidak terlukiskan dan tidak teruraikan dengan kata-kata.

Orangtua kita selalu bilang hati-hati kalau becanda, karena sering mengundang bahaya, dan jangan mengumbar janji, nanti tidak kamu tepati. Canda dan janji sering memberi hasil pahit.

_________________________

dari Bisik-bisik: Memang lidah tak bertulang, bunyi salah satu bait lagu lama, iya kan?!

Written by Singal

June 16, 2008 at 3:16 pm

Angan-angan Tukang Cendol

with 28 comments

“Visi”. Saya menerjemahkannya “angan-angan” atau “cita-cita, keinginan masa depan”. Semua orang punya visi. Ketika kita masih anak-anak, sering ditanya orangtua, paman atau guru “suatu saat ingin jadi apa?!”,  dan kita menyatakannya dengan keluguan, ditambah rasa malu dan rasa yang lain yang sulit dituliskan dalam kata-kata, tergantung dari karakter kita, pemalu, pemberani dan sebagainya. Lalu mereka memberi kita semangat “Rajin belajar, hormat kepada orang tua, guru dan temanmu”. Ada “Misi” , ada tugas yang harus dilaksanakan, untuk membuat angan-angan menjadi kenyataan.

Tetapi, “Misi tidak boleh diangan-angankan menjadi lamunan atau mimpi, berbahaya!!”, kata pak guru ketika saya masih SD, dan hal ini bahkan diilustrasikan dalam buku bacaan, yaitu “Angan-angan Tukang Cendol”. Tukang cendol ini, berjualan di halaman suatu sekolah SD. Anak-anak sangat menyukainya, harga terjangkau dan hmm.. enak, cendolnya dengan cepat habis ludes.

Suatu hari seperti biasa, si tukang cendol datang bersama anaknya yang belum sekolah. Sambil menyiapkan peralatannya, mangkok, sendok dan lain-lain yang berhubungan dengan itu, dia berdialog dengan anaknya.

“Nak, setelah cendol kita laku, uangnya kita pakai untuk membeli anak ayam betina”,

setelah itu lanjutnya ” kita pelihara sampai ayamnya bertelor dan beranak”,

dan ” kalau semuanya sudah besar kita jual dan kita beli anak kambing”,

kemudian “kalau kambingnya sudah besar kita jual, dan kita beli anak sapi”,

lalu “kalau sapinya sudah besar kita jual, dan kita beli anak kerbau betina”,

kerbau adalah ternak yang paling tinggi di kampung kami.

Lalu anaknya menanggapi ayahnya,

“Kalau kerbaunya besar dan beranak, maka anaknya kutunggangi”

“jangan!!” kata ayahnya. “akan kutunggangi seperti temanku tetangga kita yang menunggangi anak kerbaunya”

“jangan!!” kata ayahnya mulai marah, “akan kutunggangi” kata anaknya sambil menjauh menjaga jarak dari ayahnya.

 “jangan”, ayahnya mulai berdiri. “akan kutunggangi” anaknya makin menjauh lagi,

 “jangan!!” ayahnya melangkah sambil marah, mau menangkap anaknya. Biyur… cendolnya tumpah kesandung kakinya, bersamaan dengan itu, kriiiing bunyi bell tanda reses, anak-anak berhamburan dari kelas dan berlarian, berlomba siapa yang pertama beli cendol, mereka kecewa cendol yang enak tidak ada hari itu.

Akankah negeri ini tukang cendol?!. Visi negeri tercinta sangat banyak, penuh angan-angan dan penuh janji, harapan kita, semoga, misinya tidak diangan-angankan sehingga negeri kita dapat mencapai cita-citanya.

_______________________
dari Bisik-bisik: Negeriku mudah-mudahan tidak memukuli anak-anaknya, iya kan?! mahasiswa yang ditahan supaya dibebaskan begitu maksudnya kan?!.

Written by Singal

June 1, 2008 at 6:34 pm