Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for April 2008

Negeri Miskin Yang Boros

with 23 comments

“Hemat pangkal kaya”, kata orangtua dulu. Menurutku, kredo ini hanya berlaku bagi orang yang memang bisa menghemat. Rakyat negeri ini dari 200 juta penduduk, mungkin hanya segelintir yang dapat menghemat, sebagian besar dari mereka tidak mampu berbuat apa-apa, bahkan untuk asap dapur sudah berutang,  “mereka mau menghemat apa?!”. Mereka tidak bisa atau tidak mampu berhemat, mereka tidak dapat dicegah berutang, karena anak istri sedang menunggu makanan dengan penuh harap.

“Boros pangkal miskin”,  sambungan dari kredo tadi. Negeri ini memang boros disegala hal. Sungguh!, rakyat negeri ini meski miskin, tetapi terpaksa boros bukan main. Salah satu contoh, seperti kehidupan di kota kejam JaBoTaBekDep. Di banyak tempat, untuk menempuh perjalanan sepanjang 5 km saja, memerlukan waktu rata-rata setengah jam bahkan satu jam, itupun setelah kita diguncang-guncang dalam kendaraan, di sepanjang jalan berlubang tidak karuan. BBM kendaraan boros, waktu terbuang, dan ongkos perawatan mobil tinggi dan pengobatan (manusia) membengkak, karena stress dan patah pinggang. Negeri ini boros untuk sesuatu hal yang dapat dicegah. Negeri ini makin miskin.

Kalau para penguasa negeri ini mau “boros yang dapat dicegah”, itu sebenarnya dapat dilakukan. Namun, mereka gamang, seolah berjalan di atas kawat, di ketinggian. Malah mengajak  rakyat berhemat. Seolah rakyatlah sebab musabab atau akar kesalahan kemiskinan. Mengapa?!, karena para penguasa negeri, tidak pernah lapar, tidak merasakan goncangan jalan berlubang, mereka tidak merasakan air liur yang pahit, sambil menahan makian dari sesama, ketika saling serobot dijalanan tiap hari.

Maka, para penguasa tidak berbuat apa-apa, selain dari merencanakan kenaikan harga. Minyak, tol dan lain lain. Hasilnya rakyat tidak tau, selain dari boros terpaksa terus berlanjut. Kemudian, mereka hanya mendengar berita atau membaca di surat kabar, KPK dan polisi sedang beraksi menambah jumlah penduduk di lembaga pemasyarakatan alias penjara, Negeriku.. negeriku.. negeri yang kaya tapi miskin.

Sebenarnya, rakyat negeriku tidak butuh penduduk penjara bertambah, rakyat negeriku ingin kenyamanan sederhana sehingga dapat berhemat, yang dapat diciptakan dan dilaksanakan dengan baik, asal penguasa negeri mau.

______________________

dari Bisik-bisik: Penguasa negeri ini kan makin bijaksana, iya kan pak?!

Written by Singal

April 26, 2008 at 6:00 pm

Sudut Pandang Dan Guru

with 15 comments

Sudut pandang yang berbeda dari suatu obyek, sangat disukai dan selalu dikerjakan oleh arsitek, juga juru-foto atau fotografer , baik kelas amatir ataupun professional. Hasilnya diberitahu kepada kita, mana yang bagus dan indah dan sebaliknya. Mereka kerja keras untuk mendapat hasil itu, mereka kerja keras meyakinkan kita. Kalau kita tidak suka, mereka bertanya, dan memosisikan dirinya dari sudut pandang kita sendiri, demi kepuasan bersama. mereka satu sama lain menjadi guru.

Di negeri tercinta, sudut pandang yang berbeda tentang suatu hal, juga sering terjadi. Antara pemerintah dengan rakyat, antara partai, antara masyarakat, bahkan antara mereka sendiri. Bisa menjadi persoalan antara satu sama lain. Biasanya, persoalan itu pun kadang-kadang tumbuh dengan hiruk pikuk, sambil menyatakan “saya paling benar”, ibarat kumpulan anak kecil, yang berasal dari lokasi atau penjuru yang berbeda dari lereng-lereng sebuah gunung. Mereka berkumpul berdebat tentang bentuknya. Yang satu mengatakan, “bentuknya seperti, kerucut dan curam” yang lainnya membantah, menyatakan “bentuknya seperti, batok kelapa tetapi landai” mereka semua benar. Lalu guru datang, memosisikan dirinya dan menjelaskannya, kemudian mereka mengerti. Di negeri tercintapun guru sangat banyak.

Guru, dapat menjelaskan sesuatu obyek dari sudut pandang yang berbeda, berguna bagi kita, dan kita mengerti, sang guru memang harus pintar dan tegas berwibawa. Ada juga guru yang pintar tetapi tidak bisa menjelaskan dan memosisikan dirinya. Lalu, kalau murid tidak mengerti, sang guru malah marah, apalagi kalau ada diantara mereka yang mengantuk, makin besar marahnya, sampai semua murid ketakutan untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Dengan muka merah padam, “kalian kalau mengantuk, jangan datang kesekolah, orangtua kalian sudah capek bekerja, untuk menyekolahkanmu!”. Bah…buruk muka cermin dibelah.

Don’t loose your audience“, “buat mereka menyimak”, kata guru mengingatkan kita, ketika kita akan menjelaskan sesuatu, apalagi yang kita jelaskan adalah, sesuatu yang pasti dari sudut pandang kita. Meski susah karena sifat, karakter dan budaya orang berbeda-beda, tetapi kita tetap bisa menjadi satu pandang, “Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa”, kata pemuda-pemudi kita tahun1928, “Bhineka Tunggal Ika” kata Gajah Mada, mereka adalah guru yang baik. Pantang menyerah ujar guru kepada muridnya, belajar, maju dan raih ilmu setinggi tinginya, buat semua orang bahagia,  orangtuamu, saudaramu, temanmu dan negerimu tercinta.

_______________

Dari bisik-bisik: berbeda sudut pandangkan indah dan berdinamika, iya kan!, tinggal bagaimana kita menerima, dan mengertinya begitu kan?!

Written by Singal

April 21, 2008 at 3:11 pm

Derap Langkah Dan Demokrasi

with 21 comments

Derap langkah, serempak dalam satu barisan, tentunya menghasilkan kepuasan pada semua pihak, baik pelaku, penonton apalagi pemimpin barisannya. Berjalan dengan pasti ke tujuan yang telah ditentukan, kiri kanan, kiri kanan. Demokrasi, menurut saya adalah cermin bagi derap langkah kita, mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menghormati semua pihak, hasilnya ialah, aman, senang dan bahagia untuk semua orang. Semua orang berhak mendapat hasil itu.

 “In the name of democracy” kata presiden John Fitzgerald Kennedy yang terkenal itu, juga “And so, my fellow Americans: ask not what your country can do for you-ask what you can do for your country, satukan barisan, satukan langkah. “I have a dream” seru Martin Luther King, Jr, “Berdiri diatas kaki sendiri” ujar Sukarno, presiden pertama republik Indonesia, “Melompat jauh ke depan” ajak Mao pada rakyatnya di negeri Cina, semua dalam nama “demokrasi model mereka” menyatukan derap langkah untuk mencapai tujuan secara bersama. Tujuannya jelas!, dilaksanakan dan dinyatakan dengan serempak.

Saat ini, di negeri tercinta, gaung demokrasi bergema sangat hebat. Saking hebatnya, gemanya hilir mudik bersahut sahutan, semua orang berkata “demi demokrasi” mendirikan partai, semua ingin jadi pemimpin termasuk aktor dan artis, beberapa diantara mereka berhasil. Sayang, kompetensi hampir tidak berlaku. Demi demokrasi, “apa untukku” seolah itu yang terjadi. Sementara itu, bagi yang tidak bisa berteriak, dengan berbagai alasan dan sebab, hanya bisa menonton atau membawa bendera saja, hidup…, hidup…. lalu kembali dengan airliur yang pahit.

Kita boleh berdagang, dimanapun asal ada tempat, di tepi jalan yang semrawut, di garasi rumah, atau di depan kantor, kita boleh jadi supir angkutan kota, berhenti disebarang tempat menunggu penumpang, kita boleh menggali pinggir jalan untuk proyek tertentu, kemudian menimbun dengan asal-asalan, bahkan kita boleh berkoar-koar untuk hak tertentu, namun tampaknya semua ini bukan demi demokrasi. Untuk asap dapur, asap yang tidak menganggu dalam realitanya.

“Fajar menyingsing hari mulai terang, burung bersiul girang terbang terbang, bangunlah bangunlah, bangunlah hai teman, marilah keluarlah, ikutlah genderang…” bunyi salah satu bait lagu, yang kami nyanyikan setiap pagi ketika SMP, belajar dengan semangat, satu derap, hormat kepada guru demi ilmu, demi masa depan, demi tujuan (demokrasi, defenisi saya) yang teratur dan berbudi pekerti, dan “tabu mengganggu”.

Demi demokrasi, mari kita satu derap langkah, biarlah kita berdampingan, biarlah kita bebas berbicara, biarlah kita bebas bekerja, dengan damai, aman tujuan kita bersama.

Written by Singal

April 10, 2008 at 3:26 pm