Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for August 2008

Dunia Terbalik

with 30 comments

Mengapa dunia terbalik?. Karena saya sudah tua dan selalu ngomong “dulu”, matapun sudah rabun, akibatnya sering tabrakan dengan anak-anak yang mempunyai mata terang memandang ke depan dengan penuh harap.

“Pak!, itu dulu sekarang beda!!” protes anak-anak setiap saya katakan “dulu…”

“dulu, bapak makan ubi saja sudah sangat senang, sekarang kalian?!….”

“dulu, bapak kesawah dan kekebun mengikuti nenek, kakekmu.., kalian?!…”

“dulu, bapak mandi di sungai dengan teman-teman…kalian?!…”

“dulu, bapak senang memandang gunung, lembah, sungai dan hutan lebat… kalian?!…”

“dulu, bapak ke sekolah jalan kaki, buku diselipkan antara celana dan punggung,… kalian?!…”

“dulu, bapak dan teman-teman sangat takut dan hormat kepada guru,… kalian?…”

“dulu, bapak sering belajar setelah pulang dari sawah dan kebun,… kalian?…”

“dulu, bapak belajar menggunakan buku gratis di SD,…. kalian?!…”

“dulu, bapak belajar menggunakan buku SMP, yang lalu-lalu,… kalian?!…”

“dulu, bapak menggunakan buku SMA, juga yang lalu-lalu,… kalian?!…”

“dulu, bapak bersemangat kalau disuruh kakek nenekmu mengerjakan sesuatu di rumah,… kalian?!…”

“dulu, bapak merasa aman kalau ada polisi,…. kalian?!…”

“dulu, bapak kuno,…. kalian?!…”

“dulu, bapak….”

“dulu,…”

____________________________

dari Bisik-bisik: “kalian…negeriku…??!!”

Written by Singal

August 31, 2008 at 8:15 pm

Rasa Malu

with 31 comments

“Apa kata orang!” kata orang tuaku pada masa kecilku. Terutama yang berhubungan dengan tanggung jawab, seperti bekerja di sawah atau kebun, belajar, menghormati orang yang lebih tua dan orang tua. Kata ini akan diucapkan lebih keras, kalau kita cenderung akan berbuat salah mulai dari yang sangat sederhana, apalagi mengganggu (milik atau kepetingan) orang lain.

Asrul Sani dan Deddy Mizwar merubahnya menjadi “Apa kata dunia” di film Naga Bonar. Apa kata orang adalah tiga kata yang dimiliki semua orang di kampungku, bahkan milik masyarakat Sumatera Utara barangkali (maksudku kata ini, hampir tiap hari kita dengar).

Kebiasaan ini, kubawa ke pulau Jawa tempatku sekarang tepatnya Jakarta.  Jika sedang bertemu dan ngobrol ngalor ngidul dengan temanku yang berasal dari sana,  pada saat tertentu selalu keluar kata ini, “bah!, hati-hati, apa kata orang!”, tentu dalam bahasa ibuku. Ada rasa malu.

Rasa malu?!, saat ini mungkin sudah mulai hilang dari negeri ini. Saking perlunya rasa malu, KPK hendak membuat pakaian dengan bercorak tulisan koruptor, atau apalah, pokoknya bertujuan mempermalukan, hanya karena kita tersinggung melihat mereka berdasi dan tersenyum ketika di pengadilan (mungkin), atau membuat orang lain takut atau jera (saya jadi batuk-batuk, ehem ehem..).

“Negeri ini” kata ahli bahasaku, Jus Badudu (ingatanku), suka memfeodalkan bahasa, yaitu mengganti suatu kata dengan kata lain yang lebih sopan?  tetapi tidak merubah atau berakibat terhadap kelakuan atau sifatnya, seperti: pelacur menjadi wanita tuna susila, gelandangan menjadi tunawisma, dan lain-lain. Negeri yang menutup rasa malu, sekarang mau membukanya.

“Apa kata orang” istilah di kampungku, cenderung terhadap ketidak becusan dalam tanggung jawab, yang mengakibatkan rasa malu.

Dengan menggunakan defenisi itu, apakah penguasa, anggota DPR, semua birokrat di negeri tercinta, masih mempunyai rasa malu?, terutama kalu kita melihat dan merasakan situasi sehari-hari saat ini, yaitu lapangan pendidikan, lapangan kerja, lingkungan, lalulintas macet, jalan rusak, pelayanan masyarakat?!, dan banyak lagi yang sulit disebut satu persatu, dimana negeri ini telah menetapkan orang pilihan untuk mengurusnya.

Semoga kita rakyat negeri, bersama pemerintah, bahu membahu membangun dan menjaga agar negeri ini, menjadi negeri yang teratur, aman, dan nyaman bagi kita bersama. Kita mulai dari “Apa kata orang”.

_______________________________

dari Bisik-bisik: “Apa kata orang, bahkan apa kata rakyat negeri”, serasa tidak berlaku, mereka lebih suka menangkap tikus, lalu berteriak-teriak akan keberhasilannya, padahal lumbung padi tetap berkurang, dan kita perlu mengisinya. iya kan?!

Written by Singal

August 24, 2008 at 6:40 pm

Merdeka!

with 45 comments

“Merdeka atau mati” teriak para pejuang, rakyat tua muda, bergema tahun 1945. Banyak pahlawan kusuma bangsa dimakamkan, ada di taman pahlawan ada yang tidak. Bagi yang masih hidup bergerak terus meneruskan perjuangan, dan tercapai merdeka!

Indonesia merdeka!!, gaungnya kemana-mana dan akhirnya diakui seluruh negara di dunia. Lalu anak bangsa sendiri yang memimpin. Memimpin mencapai cita-cita, dituliskan disepakati oleh elemen bangsa, yaitu Undang Undang Dasar 1945, dan Panca Sila. Semuanya jelas menuju adil makmur aman sentosa.

Apa yang terjadi?!, dari satu pemimpin ke pemimpin lain berganti ganti, dulu dan sekarang, ketidak puasan selalu mekar berbunga. Lupa akan tujuan yang dicita citakan, bahkan masih jauh, titiknya sajapun belum kelihatan (menurutku).

Ibarat pelatih sepakbola para penguasa negeri selalu sibuk mengutakngatik, model demokrasi ke model demokrasi lainnya, hasil yang muncul adalah balas dendam, kesalahan para pendahulunya. Kemudian, menunjukkannya dengan mata berbinar dengan air muka tersenyum, seolah baru menang ujian sekolah, “ini daftar kesalahan, pemimpin sebelum saya”. Lucunya, istilah cuci-piring sangat terkenal dan sering diucapkan pejabat baru dan politikus baru.

Great Wall, konon satu-satunya bangunan buatan manusia yang dapat dilihat dari luar angkasa dengan mata telanjang, dibangun ratusan tahun, oleh satu dinasti ke dinasti lain, dari satu kaisar ke kaisar lainnya, mereka juga ada yang bunuh-bunuhan rebutan kekuasaan, tetapi cita-cita dilanjutkan dengan sepenuh tenaga dan akhirnya pembangunannya selesai juga. Begitu juga pembangunan lainnya, luar biasa.

Indonesia, negeri tercinta??, saya bukan ahlinya, tetapi peninggalan belanda habis pelan-pelan termasuk programnya, penataan pulau, penduduk dan lain-lain, ini kata temanku, makanya lanjutnya “karet, kelapa sawit dan tembakau ditanam baca diprogramkan di Sumatera Utara bagian timur, awal datangnya nenek moyang saudaraku PUJAKESUMA”, lalu dilanjutkannya, “ini hanya contoh kecil. Saat ini pulau Jawa makin padat, karena penataan (program) pusat bisnis dan lain-lain, semua berada di pulau Jawa, maka berbondong bondonglah penduduk (kita) kesini”.

Temanku nyorocos terus, “Lain lagi Jakarta, konon Pasar Minggu, Senen, Rebo, Kamis, Jumat hilang keasliannya”, katanya, “Harmony?, eeh dulu konon juga kapal kecil bisa berlabuh di belakang kantor Gubernur, alias istana Presiden sekarang, menjadi kali yang bau menyengat”

Saat ini REFORMASI, kita kembali mengisi kemerdekaan, dengan satu pertanyaan “apa program berkesinambungan penguasa negeri, untuk mencapai cita-cita?!”, dulu ORLA ada Trikora, Dwikora, satukan Nusantara. Dulu ORBA ada REPELITA, tak dipungkiri (pendapatku) sebenarnya sebuah program yang sangat bagus, lalu ada GBHN.

Mungkinkah kita adalah bangsa pendendam (semoga tidak benar) maka sulit maju?. Kita adalah bangsa yang ramah dan pendamai antar sesama dengan meletakkan dasar yang sudah ada pada tempatnya. Merdeka!!

__________________________

dari Bisik-bisik: Mereka para penguasa negeri, perlu berbicara satu sama lain dengan sabar lembut dan rendah hati, iya kan?! Mereka harus berhati jernih, agar menghasilkan pekerjaan yang baik, begitu maksudnya kan?! (obrolan dengan temanku)

Written by Singal

August 16, 2008 at 8:11 pm

Kebenaran yang hilang dan Kebenaran yang kembali.

with 24 comments

“KTP bu” kata pegawai bank itu,

“Ini mama nak!” jawab si ibu berdiri, mereka dipisahkan meja.

“KTP bu”, sambil menunjuk pengumuman yang ditempel di kaca tembus didepan mereka, Pengambilan  uang tunai, harus disertai bukti identitas, KTP atau SIM.

Si Ibu membuka tasnya mencari KTP, tetapi tidak ada, mungkin  tertinggal di rumah. Namun dia coba lagi,

“Ini mama’mu nak!”

tetap saja jawabannya sama, “KTP bu!”, lalu si Ibu pulang.

Tadi pagi si Ibu yang sudah berumur dan hidup menjanda itu, memberangkatkan anak satu-satunya itu dari rumah. Hari ini adalah hari pertama baginya bekerja, di kantor bank dekat rumah mereka. Betapa bahagianya!, dia diantar sampai pintu, dan berdiri disana sampai anaknya menghilang dari pandangan.

Lalu si Ibu ingat, masih ada sedikit tabungannya di bank itu, untunglah!!. Dia segera berkemas lalu berangkat. Dengan sabar dia antri, bercerita bangga dengan kerut muka tua yang bersinar kepada orang-orang, meski tidak ditanya, “Itu anakku, hari ini dia baru mulai bekerja”. 

“Kubelah dua saja anak ini biar adil”

“Ampun, baginda!, berikan saja anak itu sama dia, jangan bunuh, ampun Tuanku”, jerit si Ibu, sambil menunjuk ibu disampingnya, “berikan sama dia Tuanku”, berlutut memohon kepada Baginda, agar anak itu tidak dibunuh.

“Belah saja anak itu, Tuanku, yang maha adil, belah saja”, sergah ibu yang ditunjuk ibu yang pertama tadi.

Lalu Baginda Raja Sulaiman, memberi anak itu kepada ibu yang pertama, “Bawalah!, ini anakmu” lalu menyuruh pengawalnya menangkap ibu yang kedua, untuk dihukum.

Kedua ibu itu berebut anak, mereka melahirkan baji pada saat yang sama. Satu meninggal ketika lahir, satu lagi sehat dan segar bugar.

Kebenaran yang hilang karena tidak disertai bukti KTP legal, dan kebenaran yang kembali anak dikembalikan kepada ibunya yang benar meski tidak disertai bukti legal.

“Sidang tidak bisa dilanjutkan, karena berkasnya kurang lengkap” suatu saat terdengar suara hakim di pengadilan dan si terdakwa tersenyum penuh kemenangan. Sementara itu, “Kamu diterima jadi pegawai, semua berkasmu lengkap dan nilai izazahmu sangat bagus” yang bersangkutan tersenyum, izazah palsunya tidak ketahuan, dia membayangkan jabatan yang akan didudukinya dikemudian hari.

__________________________

dari Bisik-bisik: Obrolan dengan temanku. Bukti legal sering dipermainkan oleh para petualang, iya kan?, dan negeri yang membiarkan hal seperti itu, akan diatur pula oleh para petualang, iya kan?!

Written by Singal

August 3, 2008 at 6:46 pm