Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for the ‘Budipekerti’ Category

Tidak Mungkin Lupa

leave a comment »

 

Tidak mungkin saya lupa, maka selalu kusempatkan mampir kalau saya sedang pulang kampung. Tidaklah, tidak akan lupa, di sini, di gereja ini saya bersekolah minggu, di sini di gereja ini bagian dari memori saya diisi dengan budi pekerti, diisi dengan menghormati sesama, diisi dengan menghormati orang tua dan diisi dengan takut akan Tuhan.

Kutulis ini karena melihat foto ini. Saya dengan dua orang adikku laki laki bersama istri bediri di depan gereja ini. Istri kami tidak mengenal gereja ini, karena mereka dari kampung atau kota lain, hmm…mereka mengenal gereja masa kecil mereka. Kami kakak beradik duabelas orang tetapi dalam kesempatan ini cuma kami bertiga, yang datang.



Dulu gereja ini mempunyai dua palas palas yaitu atap runcing gereja, tetapi kini sudah diperbaiki menjadi seperti ini, mungkin yang lama sudah rapuh, kami tidak perlu menanyakan itu, tidak ada perlunya dan tidak ada gunanya, yang jelas kami sempatkan ngobrol dengan pengurus gereja yang kebetulan tempat tinggalnya berada dilokasi gereja ini. HKBP Partali Toruan.


Bisik-bisik:Masa kecilku di sini, ada sekolah SR tidak jauh dari lokasi ini, di situ pula aku sekolah.

Written by Singal

June 5, 2021 at 10:33 am

Posted in Budipekerti, Pendidikan

Kami sempatkan foto bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing

leave a comment »

Jumat pagi tgl 22 November 2019

“Papaaa good morning pa, Besok jadinya jam 11.00 yah pa” pesan anak saya si Rumiris di hp saya..
“Ya nak, pukul 12.00 kata mama Nak” kutulis pesan jawaban.
“Oke paa, Sipp, Reservasi atas nama Febriani, yah paa” balasnya.

Febriani adalah juga namanya. Nama lengkapnya Rumiris Mangaranap Febriani. Nama itu menjadi panggilan kami sehari hari dalam masyarakat sukuku, suku Batak Toba. Maka saya dipanggil Ama Rumiris dan polisi toba istri tercinta dipanggil Nai Rumiris, dia disebut siboru panggoaran.

Sabtu pagi tgl 23 November 2019

Kulihat alamat restoran dibilangan Senopati melalui pesan singkat di hp ku.
lalu kubalas “bapa masih menunggu mama, belum pulang dari gereja” jam telah menunjukkan pukul 11.52, hari ini ada acara martumpol, pra-pernikahan atau pengukuhan dan pengumuman rencana nikah dari seorang anak tetangga kami kepada khalayak di gereja HKBP Cinere.
“Waduh, aku udah nyampe, Hahaha hmm…Kok bisa” balasnya, tiba tiba kudengar deruman mesin mobil dan klakson dari depan rumah, saya buru buru keluar kulihat polisi toba sudah nyampe, sambil kutulis pesan “ini baru berangkat”, “Oke Paa” balasnya.

“Sepuluh koor” kata polisi toba sambil makan kue yang dibawanya, saya jalankan mobil menuju toll Antasari,
“Biasa!, HKBP, selalu konser, jangankan pesta pemberkatan, hari minggu biasa pun selalu konser” kataku, maka tidak heran acaranya selalu memakan waktu yang lama lanjutku.

Tiba di restoran, mereka sudah menunggu dengan adiknya putri kami yang melahirkan cucu kami si Kavod, dia bersama suaminya. Lalu kami makan dan bersenda gurau dengan senangnya, apalagi si Kavod lagi lincah-lincahnya, dia lari kesana kemari sungguh senang rasanya. Sayang cucu panggoaran si Tigor dengan orang tuanya berhalangan, soalnya mereka pergi ke rumah Opa danOmanya. Omanya ulang tahun.

#imajo, kami sempatkan foto bersama sebelum pulang ke rumah masing-masing

Written by Singal

November 24, 2019 at 11:54 am

Pikiran acak, tanda sehat? Semoga.

leave a comment »

Jakarta, sudah lebih dari lima puluh tahun kau disini, menelusuri jalan jalan yang sesak dengan sepeda motor dan mobil, pinggir jalan yang dipakai pedagang asongan padat bercampur baur dengan pejalan kaki atau orang yang sedang menunggu angkutan kota.

Gedung gedung tinggi dan megah, mengagumkan, bali hoo elektronik menunjukkan iklan dengan foto gadis gadis cantik, menarik hati meski tidak kau beli. Kau memacu mobilmu dari Cinere ke kawasan Senen, malam ini acara ulang tahun besan. Putrimu memberi tahu “datang ya Pak, Ma” katanya melalui wa.

Hmmm, aneh bagimu pada acara ulang tahun. Orangtuamu, kau dan sebelas adik adikmu tidak pernah melakukannya, bahkan kau sering mengingat besoknya atau lusanya “saya ulang tahun kemarin” pikirmu, tersenyum lalu bersyukur. Dasar orang kampung.

Dulu kalau ada lauk yang enak di rumah, lalu ibu kita tanya “siapa yang ulang tahun uma”, uma adalah panggilan untuk ibu. Itu saja, tidak lebih, lalu berdoa dan yang ulang tahun yang pertama mengambil lauk, biasanya daging ayam. Hahaha jarang kita makan daging, biasanya ikan asin dengan daun singkong tumbuk

Lalu kau ingat, kampungmu di Tarutung terletak di lembah atau rura Silindung. hamparan sawah yang luas, bergelombang seperti lautan ditiup angin. Tarutung dikelilingi bukit dan gunung, sejuk menyegarkan karena diselimuti kabut ketika pagi dan malam, dibelah tiga sungai besar mengalirkan air yang ditumpahkan dari gunung menyuburkan sawah dan kebun.

Para pemuda menyanyikan lagu merdu merayu gadis gadis cantiknya, mereka bernyanyi sambil berjalan memetik gitar, ada yang tertawa tawa saling menggoda satu sama lain menuju kampung gadis pujaannya. Akankah dia menerimanya? gadis Tarutung sungguh sulit ditaklukkan.

Busyet pikiranku berproses acak, mana mungkin kau lupa, kau selalu menunggu sado kereta kuda yang mengantarnya, paling tidak kau lihat wajahnya, mana mungkin kau lupa uang sekolahmu dua liter beras. Hmmm… kau tersenyum dibelakang setir.

#imajo, pikiran acak, semoga tidak pikun

Written by Singal

September 14, 2019 at 10:52 am

Menyongsong matahari terbenam

leave a comment »

Menyongsong matahari terbenam

“Sudah pukul sebelas oppu Tigor!” kata polisi toba istri tercinta, setengah berteriak. Rasanya setiap sepuluh menit, dia selalu mengingatkan saya yang tenggelam dalam pekerjaanku di loteng menggunakan desktop computer. “Sebentar lagi” sahutku, kumatikan komputer, kucabut semua kabelnya dari stop kontak, setelah pekerjaanku kukirim melalui email kepada project team leader Dina Pangaribuan. Kami ke Manado siang ini.

“Saya naik gojek saja ke terminal damri lebak bulus” kataku sambil melahap makan siang yang disiapkan oppu Tigor boru, istri tercinta sang polisi toba.
Hmmm…nama panggilan kami telah berubah dari ama dan nai Rumiris sebelumnya, menjadi oppu Tigor setelah cucu kami itu lahir, itu berdasarkan adat kami suku Batak.

Gue sudah tiba nih di terminal lebak bulus, biasa…jaman ini, gue foto dulu sebelum naik bus Damri ini.

#itulah dulu, gue menyongsong matahari terbenam ke arah Timur#

Written by Singal

February 5, 2019 at 3:54 pm

Ari paduahon, Surat paduahon. Hari Kedua

leave a comment »

28 Desember 2018,

Kemarin, “Kulihat ibumu” itulah bisikan pertama yang kudengar ketika berpelukan dari kedua nantulangku ini, yang satu tinggal di suatu tempat tepian danau toba dan satu lagi tinggal di Tarutung lembah Silindung. Mereka sudah uzur, tua banget tetapi ingatan dan tutur kata masih jernih dan mengingat kami satu per satu begitu menyebut nama masing masing.

Tadi siang kami mengunjungi amangnoru di Lintongnihuta isterinya adik perempuan ayahku sudah lama tiada, sudah lama pergi ke sisi Tuhanku.

Saya mengerti banget, melihat wajahnya hampir menangis begitu kami letakkan ikan arsik ke hadapannya, lalu saya menyatakan “ini ikan kami bawa, ikan yang selalu beriringan bermata jernih. doa kami kepada Tuhan, semua turunan anak cucumu dan amangboru selalu beriringan melihat dan merasakan semua yang baik di dunia fana ini”. Kuusap punggungya “kami tidak memberitahukan kedatangan kami,, amangboru!” kataku, tetapi beliau masih terpaku, hmmm batak tulen beliau memikirkan seharusnya menyiapkannya balasannya. Lalu kami ngobrol senang, tambah sehat amangboru!.

#itulah dulu, sering low bat, gue masih jalan terus mengunjungi gereja gereja dimana saya dan nenek moyang menjadi jemaatny#

Written by Singal

January 12, 2019 at 2:41 pm

Catatan, kutulis supaya tertulis

leave a comment »

Lebih dari sepuluh tahun sudah sangat lama berlalu, “ro jo ho tu Bekasi, kau ke sini dulu, ke Bekasi” kata ayah melalui telepon. Ayah sudah lama sakit, “makan kesukaanmu, tidak ada pantangan” itu kata dokter ahli di RSCM, rujukan sejawatnya dari Medan, “tidak usah makan obat” lanjutnya, tanda pengobatan lanjutan adalah sia sia. Maka kami selalu mengantarnya kepada seorang Sin She di bilangan Pasar Baru “lebih nyaman” kata ayah, meski kami tahu, dia menyenangkan hati kami.

Hari ini, 11 Nopember 2018, kumpulan marga saya Sihombing, pesta lima tahunan, sekaligus pelantikan pengurus baru. Saya sungguh bersyukur, berakhir juga masa tugas, apalagi satu tahun terakhir ini saya kurang aktif, karena kegiatan yang padat ditempat lain. Hmmm..bagian dinamika hidup.

Di tengah pesta ini kuingat itu semua, “tadi Bupati datang, mau membeli tanah” kata ayahku, sambil kupegang tangannya. Saya duduk di samping tempat tidurnya, di rumah adik perempuanku, janda yang tegar itu. Wajahnya tetap berseri, tetap kemerah merahan seolah tidak sakit.

“Kita tidak pernah, dan tidak boleh menjual tanah, kalian ingat itu” katanya menatap saya dengan penuh ketegasan. “Kita berkan saja kepada mereka, biar kampung kita itu maju” lanjutnya. “Baik Pak” jawabku. Sepeninggal ibu saya, ayahku ini cepat merosot kesehatannya, tetapi pikirannya sangat sehat, mereka sama persis, hmmm. Dua minggu kemudian, beliau menghadap Tuhan di Surga.

Acara pemakaman di kampung kelahirannya, kampung kami, surat penyerahan tanah untuk Kantor PolRes kabupaten Humbahas, kami tanda tangani duabelas kakak beradik diatas peti jenajahnya, disaksikan Bupati dan tua tua marga kampung kami.

Majulah kabupaten Humbahas, majulah tapanuli, majulah negeriku Indonesia.

“Kita cepat pulang” kataku kepada istri tercinta polisi toba, “saya kan mau ke Gorontalo” lanjutku, ditengah serunya lagu, musik dan tortor.

#itulah dulu, acara pelantikan pengurus baru sudah dimulai. Semangat pengurus baru, majulah kalian#

Written by Singal

November 17, 2018 at 1:29 pm

Nasib

leave a comment »

Kugoyang goyangkan telapak tanganku untuk menolak tawaran orang jasa angkutan, “ada yang jemput” kataku, sambil melemparkan pandangan ke barisan mobil yang sedang parkir. Saya sedang menunggu jemputan sopir kantor kami di Kualanamu, di seberang jalan keluar terminal, sebelah kiri, biasanya dia parkir di situ.

Tiba tiba ada yang memanggil namaku, dari antara serombongan orang yang telah berada didekatku, kuperhatikan  mereka, tetapi otakku lemot dan tidak segera memberitahu siapa mereka, mungkin saya terlalu lama melihat barisan mobil yang parkir di tempat yang terang kena cahaya matahari.

“Aduhh..maaf pak, pangling” kataku, sambil salaman. Mereka adalah rombongan orang terhormat dalam karirku ketika masih aktif bekerja. Ternyata jemputan mereka lebih dulu tiba, sambil melambaikan tangan dari jendela mobil, mereka segera hilang dari pandangan.

Dalam perjalanan ke Medan, terngiang kembali, rumah dan pertemuan singkat itu, mereka ada acara penting di Medan, lalu akan buka bersama dengan kawan kawan nanti sore, masih kusempatkan bilang ”kirim salam, selamat menjalankan ibadah puasa, jangan lupa pak, kalau ada hitungan aljabar berikan ke saya” dan kami tertawa tawa.

Tadi pagi buta sebelum berangkat ke bandara Sukarno Hatta,  saya masih sempat mendengar dan melihat berita di TV sambil membaca teletext berjalan, ada peringatan tentang hujan akan turun tiga hari ke depan, sepak bola eropa dan tentang DPR dan Ahok, dan banyak lagi.

Semua orang peduli kepada Ahok. Bahkan para pembenci mengikutinya ke mana pun dia pergi, sambil menyatakan Ahok itu kotor. Mereka menggunakan berbagai  alat ukur yang presisi, dan alat ukur ciptaan baru, undang undang, dijalin seperti jala terbuat dari benang baja kuat untuk menghadangnya.

Mereka seperti orang gila, bingung, melihatAhok tenang tenang saja, mereka makin panas karena Ahok bersih, harum dan wangi semerbak jauh ke seluruh Nusantara. Lalu mereka menggunakan hidung mendengus dengus, dan tiba tiba dari Senayan ada teriakan “teman Ahok yang kotor” katanya. Maka mereka akan lebih gila lagi.

Tau tau, saya sudah tiba di kantor perwakilan kami di Medan., saya akan makin sering datang ke sini, mungkin itu kata nasib.

Written by Singal

June 18, 2016 at 10:25 pm

Parade

leave a comment »

Menoleh lagi ke belakang.

Desember 2015 lalu kami pulang kampung. Hari ini, 15 May 2016, sebaik pulang gereja, tiba tiba saya teringat lagi. Dasar sudah tua, apa boleh buat, terpaksa kutuliskan lagi sedikit tolehan ke belakang, ini dia:

Embun pagi tebal dan dingin, telah menyatu dengan penduduk Rura Silindung, kokok ayam membangunkan mereka, lalu memulai kegiatan masing masing, suara jangkrik dan kodok sekali sekali masih kedengaran setelah semalaman bernyanyi, kini burung burung akan menggantikannya dengan suara yang lebih merdu. Kokok ayam bagaikan ayunan tangan dirigen memimpin nyanyian koor, menggerakkan kehidupan menyongsong fajar dan hari.

Orang orang mulai bergegas, menembus embun pagi yang malas naik ke langit, seolah permukaan tanah maknit bagi mereka, atau ia malas seolah ingin memberi vitamin bagi orang yang menembusnya agar tetap sehat dan kuat. pergi ke kebun, ke pasar, ke sekolah ke segala penjuru sesuai kepentingan masing masing bergerak bagaikan sebuah parade.

Baju putih anak sekolah menyamarkan mereka, berjalan dengan cepat, sendiri, berdua atau bertiga beriringan bergerak teratur tanpa ada yang memimpin. sekali sekali terdengar obrolan mereka, obrolan secara acak, tugas rumah, pak guru, sawah, berita surat kabar, radio dan hubungan antar manusia, sungguh otak manusia terdiri dari cpu atau computer processor unit dengan RAM dan internal memory yang besarnya tidak terbatas dan tentu tidak dapat ditiru manusia, Tuhan penciptanya.

Foto ini adalah jalan yang menghubungkan desa Hutabarat dan kota Tarutung, yang kujalani tiap hari pergi pulang, ke dan dari sekolah, diluar keperluan lain, ke pasar nonton bioskop hehehe. Sekolah kami di pinggang bukit di kejauhan agak kebiru biruan.

Kujalani tiap hari

Jalan yang menghubungkan Hutabarat dan Tarutung

Saya SR di desa Hutabarat, ini fotonya. Sudah banyak berubah, terutama halaman untuk bermain sudah tidak ada lagi dan berubah menjadi bangunan

SD Hutabarat

Tempatku sekolah SR atau SD

Ini Sekolah saya ketika SMP, terletak dipinggang bukit.

SMP Negeri 2

SMP Negeri 2, Tarutung. Saya bersekolah di sini tahun enampuluhan.

Dan ini sekolah saya ketika SMA, terletak di pinggang bukit, tidak  jauh dari sekolah SMPN 2, dan kedua sekolah ini mempunya lapangan sepak bola yang sama, dan juga keduanya dekat dengan Taman Makam pahlawan Tarutung.

SMA Tangsi

SMA Tangsi Tarutung, Sekarang menjadi SMA Negeri 1.

Ini adalah Gereja di mana saya sekolah minggu, sidi dan menjadi “naposo Bulung”, remaja. Gereja HKBP Hutabarat Partali Toruan.

HKBP Partali Toruan

Gereja HKBP Partali Toruan, saya sekolah minggu, Sidi dan Naposo Bulung di Gereja ini

Written by Singal

May 15, 2016 at 4:13 pm

Menteri..oh..Menteri, pernahkah?

with one comment

Dia tetap melahap makanannya,  setengah piring nasi, sambal, sayur tempe tahu dan teh hangat, tidak perduli gaduhnya suara orang-orang disampingnya atas “kebijakan pemerintah yang tidak bijak” menurut mereka karena harga minyak naik.

Bagi dia, semua itu omong kosong, bagi dia nasi setengah, tempe dan tahu sekali makan cukup!, dia malah heran mengapa pula orang orang meributkan  pemerintah dan menteri-menterinya yang memberi penjelasan itu, dan heran juga mengapa pemerintah harus menjelaskannya. “Mereka tidak mengerti kebutuhanku” kata hatinya, sembari mengerakkan kakinya berdiri, membayar makanannya 5000 rupiah, lalu menarik gerobaknya menghilang dari pandangan.

Wajah menteri-menteri yang berbaju bagus, tampak di televisi, mereka semua hadir lengkap kata penyiar TV, mungkin pemerintah mau menunjukkan mereka semua bersatu seia sekata. paling tidak di depan masyarakat. Menurutku mereka tampil seperti aktor bukan sebagai dirinya, memberitahu kesulitan negara, tetapi negara akan melindungi rakyat, mereka menjelaskan negara ini peduli rakyat maka BLSM atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, akan segera juga terbit dan dibagikan.  Lalu memberi jawaban atas pertanyaan wartawan, setelah itu televisinya menyiarkan iklan, sayang kalau uangnya hilang percuma.

Kini aku menggerutu karena macetnya jalan jakarta, mungkin menteri menteri itu, tidak pernah melihat atau merasakan kemacetan ini. Bus,  Metro Mini dan angkutan umum lain,  justru “ngetem”  pada saat puncak kegiatan harian kota. Mereka menahan lalu lintas alias berhenti meski lampu sudah hijau hingga lampu kembali merah. Mereka menjalankan busnya dengan lambat lalu berhenti, menunggu penumpang yang melambaikan tangannya dari jauh, dari gang atau jalan pertigaan. Mereka para supir, akhirnya tetap meneguk air liur pahitnya karena busnya tetap kosong. Mereka para supir, juga tidak perduli isi pidato itu, mereka perduli pada setoran yang tak kunjung dapat.  Istri, anaknya, keluarganya perlu makan, perlu sekolah, dan terselip dalam pikiranku “mereka juga perlu rekreasi”.

Gerutuku bermunculan, pernahkah menteri-menteri itu merasakan kejamnya gelombang sepeda motor Jakarta?, pernahkah mereka merasakan sakitnya pejalan kaki, karena gelombang sepada motor menyita jalan mereka?. Pernahkah para menteri memikirkan bahwa gelombang sepeda motor lahir karena angkutan umum tidak nyaman?. Pernahkah para menteri ngobrol satu sama lain mengenai, gelombang sepeda motor menjadi predator alias pembunuh angkutan umum yang tidak nyaman itu?. Pikirku “mereka para menteri pasti mengetahui itu, tapi tidak (mau) merasakannya apalagi penderitaan para supir itu”. Saat ini sepeda motor menjadi tsunami bergerak tanpa hambatan. Dan minyak penggeraknya.

Produsen motor dan mobil seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Toyota, Mitshubissi dan produsen lainnya menguasai jalanan. Normalnya sebagai perusahaan, pastilah managemennya bangga atas kesuksesan peningkatan penjualan tiap tahun. Perusahaan media masa dan televisi juga pastilah kebagian dari kesuksesan itu karena iklan. Tentu saja pengusaha jalan tol kebagian untung sangat besar, sampai-sampai mereka punya hak untuk menaikkan tarif secara otomatis pada waktu tertentu secara reguler.

Sementara negeri ini,  melalui para menteri dan punggawanya akan membagi-bagikan uang kompensasi  atau BLSM kepada rakyat kecil,  pikirku,  angkutan publik yang baik dan nyaman tidak mungkin ada dalam waktu dekat ini, meski ini salah satu cara mengurangi kebutuhan minyak, juga tidak atau belum untuk infrastruktur, jalan, irigasi dan lainmya. Oh..Menteri..Menteri, saya melapor, “dugaanku, ada yang memerlukan bahkan mempertahankan kemacetan”. Maka rel dan kereta api  dari Jakarta ke Bandara Sukarno-Hatta tidak mungkin ada, meski dalam pikiranku, untuk mengadakannya hanya sebuah surat perintah lalu pidato pernyataan,  seperti  pidato kenaikan harga minyak.

_________________________________________

dari Bisik-bisik:  Semoga para menteri tidak mengetahui itu…hehehe.

Written by Singal

June 22, 2013 at 12:33 pm

Karakter Hebat

with 11 comments

Fiksi

Saya tersentak, tegukan kopi pagi dimulutku tertumpah membasahi koran yang sedang kubaca, terkejut. “Satu keluarga diselamatkan orang yang menderita lupa ingatan dan cacat mental”. Tiba-tiba deringan telepon memaksa saya bangkit dari kursi. “Ini Haryanto…sudah dengar kabar belom” kata suara dari sana tanpa bertanya dengan siapa dia bicara. “ya..ya…pak.. baru saya baca koran” sahutku menebak pikirannya. “Hebat teman kita itu…bisa juga dia sembuh, saya sangat senang…saya ikut bahagiaaaaa…oooh Tuhan terimakasih..”, “saya juga… “, jawabku, mataku berkaca-kaca. Lalu saya buru-buru bersiap berangkat, karena kami janjian pergi menemui mereka pagi ini. Tigor, teman kami yang menderita lupa ingatan dan seolah cacat mental menyelamatkan keluarganya dari jurang. Mobil mereka jatuh, semua luka berat hanya dia yang tidak cedera.

Sebagian masa-lalu ketika kami mahasiswa muncul di benakku, kami penuh canda penuh ceria selalu bersama kemanapun pergi meski tongpes karena kiriman ortu belum datang, naik bus “nompang bang…” . Ketika itu, kondektur bus pun masih mau kalau kita numpang sekali-sekali, semoga mereka beruntung dalam hidupnya. Lulus dan wisuda bersama, lalu mencari pekerjaan masing-masing. Tigor…teman kami yang paling baik, dia menjadi alarm atas kenakalan yang mungkin akan kami perbuat. Dia menjadi penyadar, dia menjadi pagar terakhir agar kenakalan dan kebandelan tidak melampaui batas.

Kami berpisah, jarang bertemu, berkeluarga dan mengarungi laut kehidupan masing-masing, hingga suatu saat Tigor mengalami kecelakaan di tempat kerjanya membuat dia lupa ingatan dan seolah sakit mental, tinggal di rumah dirawat istri dan anaknya. Keluarga hebat, bahagia dipimpin istri berkarakter hebat dan kuat, penuh pengabdian dan cinta. Istrinya selalu membawa suami dan anaknya ke gereja setiap hari minggu atau kegiatan lain. Istrinya kami gelari si malaikat bekerja keras untuk mereka!!!.

Hingga isi berita ini kami baca “…..suami yang menderita lupa ingatan selama lima belas tahun menyelamatkan seluruh keluarganya. Dini hari kemarin, mobil mereka yang dikemudikan istrinya pulang kampung untuk merayakan Natal, jatuh ke jurang sedalam 30 meter. Sementara air yang mengalir dijurang itu telah menggenangi mobil mereka, dia berhasil mengangkat istri dan tiga anaknya satu persatu ke atas, saat ini mereka telah dirawat di rumah sakit, ..….”.

Saya mengemudikan mobil menuju rumah sakit, sementara Haryanto duduk disamping , membaca koran pada berita itu berulang-ulang, menangis. Tigor mengenali kami, lalu berpelukan “Selamat Hari Natal..Tigor! selamat hari Natal untuk seluruh keluarga”. Tigor bilang “Kata dokter luka mereka tidak parah..mungkin sekitar dua hari tiga hari sudah bisa pulang ke rumah”. Tigor telah sembuh!!!.
___________________________________________________
Dari Bisik-bisik: Selamat Hari Natal, Damai selalu beserta kita.

Written by Singal

December 21, 2010 at 11:29 am