Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for the ‘Management’ Category

Borhat ma ahu, dungi mulak muse. (Saya pergi untuk pulang)

leave a comment »

Saya senang juga karena siklus keseharian tubuhku tidak terganggu. Pesawat yang membawaku ke Lubuklinggau berangkat pukul 11.00. maka kemarin tidur dan bangun pagi hari ini berlaku seperti biasa, cuma hmmm..perutku agak terganggu, diaree..entah apa penyebabnya.

Besok, presentasi menjelaskan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh calon kontraktor, lalu menunjukkan lokasi ditengah hutan di suatu tempat di Sumatera Selatan, dan menyusurinya lewat jalan besar menuju Bangko Sumatera Barat, kembalinya ke arah timur di suatu tempat dekat kota Jambi. Hmmm..hutan daerah ini tidak asing bagiku.

Tahun 2006-2008 yang lalu, saya dengan dua orang temanku selalu menyusuri hutan hutan ini, banyak dinamika, hutan, lumpur jalan tanah, perkampungan, rumah satu satu, sore, malam gelap, suara binatang, jalan ke kota kecil menginap masih jauh.

Kini saya duduk ditaksi, bertiga tidak kenal satu sama lain, tadi saling menunggu Bus DAMRI yang tak muncul muncul, sepanjang perjalanan saya melihat kesibukan Jakarta dari jendela, gedung motor, mobil, jalan tol, jalan umum pejalan kaki, pedagang pinggir jalan semua tergesagesa.

Tentu, tentu saya diberangkatkan istri tercinta polisi toba. Saya diantar ke stasiun bus. Berdoa, selamat pergi, selamat diperjalanan, selamat pulang. Tuhanku yang mengaturnya, lalu kami serahkan hidup kami sepenuhnya kepadaNya. Juga anak dan cucu kami, mereka the next generation agar hidup dijalan dan didalam kesukaanNya. Amen.

#imajo, borhat ma ahu, dungi mulak muse. Saya pergi untuk pulang.

Written by Singal

November 23, 2019 at 9:38 am

Lagi lagi saya hanya pekerja

leave a comment »

Pagi ini, kau telah siap untuk berangkat ke lokasi proyek yang akan kau tunjukkan dan jelaskan pada calon kontraktor, agar mereka dapat menyiapkan diri untuk bertanding bulan depan.

“Selamat menyiapkan diri, selamat bertanding, yang terbaiklah yang menang, sebaik proyek ini selesai maka energi listriknya dapat disalurkan bahkan sampai ke Medan, lewat kampungku” katamu pada mereka sambil menunjuk gardu induk Bangko, delapanpuluh empat kilometer jauhnya dari lokasi pembangkit yang kalian kunjungi kemarin.

“Bangko ini terhubung ke Payakumbuh-Sidempuan-Sarulla-Tarutung-Porsea-Galang-Binjai-lalu Medan” katamu kepada mereka. “Kalian siapkan yang terbaik, masyarakat menunggu karya kalian” tambahmu memberi semangat, lalu kau serahkan penutupan kepada pimpinan yaitu pemilik proyek, perusahaan milik pemerintah.

#imajo, lagi lagi saya hanya pekerja

Written by Singal

November 23, 2019 at 9:11 am

Menteri..oh..Menteri, pernahkah?

with one comment

Dia tetap melahap makanannya,  setengah piring nasi, sambal, sayur tempe tahu dan teh hangat, tidak perduli gaduhnya suara orang-orang disampingnya atas “kebijakan pemerintah yang tidak bijak” menurut mereka karena harga minyak naik.

Bagi dia, semua itu omong kosong, bagi dia nasi setengah, tempe dan tahu sekali makan cukup!, dia malah heran mengapa pula orang orang meributkan  pemerintah dan menteri-menterinya yang memberi penjelasan itu, dan heran juga mengapa pemerintah harus menjelaskannya. “Mereka tidak mengerti kebutuhanku” kata hatinya, sembari mengerakkan kakinya berdiri, membayar makanannya 5000 rupiah, lalu menarik gerobaknya menghilang dari pandangan.

Wajah menteri-menteri yang berbaju bagus, tampak di televisi, mereka semua hadir lengkap kata penyiar TV, mungkin pemerintah mau menunjukkan mereka semua bersatu seia sekata. paling tidak di depan masyarakat. Menurutku mereka tampil seperti aktor bukan sebagai dirinya, memberitahu kesulitan negara, tetapi negara akan melindungi rakyat, mereka menjelaskan negara ini peduli rakyat maka BLSM atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat, akan segera juga terbit dan dibagikan.  Lalu memberi jawaban atas pertanyaan wartawan, setelah itu televisinya menyiarkan iklan, sayang kalau uangnya hilang percuma.

Kini aku menggerutu karena macetnya jalan jakarta, mungkin menteri menteri itu, tidak pernah melihat atau merasakan kemacetan ini. Bus,  Metro Mini dan angkutan umum lain,  justru “ngetem”  pada saat puncak kegiatan harian kota. Mereka menahan lalu lintas alias berhenti meski lampu sudah hijau hingga lampu kembali merah. Mereka menjalankan busnya dengan lambat lalu berhenti, menunggu penumpang yang melambaikan tangannya dari jauh, dari gang atau jalan pertigaan. Mereka para supir, akhirnya tetap meneguk air liur pahitnya karena busnya tetap kosong. Mereka para supir, juga tidak perduli isi pidato itu, mereka perduli pada setoran yang tak kunjung dapat.  Istri, anaknya, keluarganya perlu makan, perlu sekolah, dan terselip dalam pikiranku “mereka juga perlu rekreasi”.

Gerutuku bermunculan, pernahkah menteri-menteri itu merasakan kejamnya gelombang sepeda motor Jakarta?, pernahkah mereka merasakan sakitnya pejalan kaki, karena gelombang sepada motor menyita jalan mereka?. Pernahkah para menteri memikirkan bahwa gelombang sepeda motor lahir karena angkutan umum tidak nyaman?. Pernahkah para menteri ngobrol satu sama lain mengenai, gelombang sepeda motor menjadi predator alias pembunuh angkutan umum yang tidak nyaman itu?. Pikirku “mereka para menteri pasti mengetahui itu, tapi tidak (mau) merasakannya apalagi penderitaan para supir itu”. Saat ini sepeda motor menjadi tsunami bergerak tanpa hambatan. Dan minyak penggeraknya.

Produsen motor dan mobil seperti Honda, Yamaha, Suzuki, Toyota, Mitshubissi dan produsen lainnya menguasai jalanan. Normalnya sebagai perusahaan, pastilah managemennya bangga atas kesuksesan peningkatan penjualan tiap tahun. Perusahaan media masa dan televisi juga pastilah kebagian dari kesuksesan itu karena iklan. Tentu saja pengusaha jalan tol kebagian untung sangat besar, sampai-sampai mereka punya hak untuk menaikkan tarif secara otomatis pada waktu tertentu secara reguler.

Sementara negeri ini,  melalui para menteri dan punggawanya akan membagi-bagikan uang kompensasi  atau BLSM kepada rakyat kecil,  pikirku,  angkutan publik yang baik dan nyaman tidak mungkin ada dalam waktu dekat ini, meski ini salah satu cara mengurangi kebutuhan minyak, juga tidak atau belum untuk infrastruktur, jalan, irigasi dan lainmya. Oh..Menteri..Menteri, saya melapor, “dugaanku, ada yang memerlukan bahkan mempertahankan kemacetan”. Maka rel dan kereta api  dari Jakarta ke Bandara Sukarno-Hatta tidak mungkin ada, meski dalam pikiranku, untuk mengadakannya hanya sebuah surat perintah lalu pidato pernyataan,  seperti  pidato kenaikan harga minyak.

_________________________________________

dari Bisik-bisik:  Semoga para menteri tidak mengetahui itu…hehehe.

Written by Singal

June 22, 2013 at 12:33 pm

Fitnah, Kebenaran Bagian dari Ketidak-Sopanan

with 7 comments

Mungkin saya orang aneh, karena semua temanku boleh suka-suka menyatakan pendapatnya tentang saya, sehingga saya tidak pernah merasa difitnah. Jika seorang teman menyatakan kepada saya “Kata si Anu, kamu itu seperti binatang liar yang busuk” lalu akan saya jawab “itu haknya, biarkan saja”.

Tentu saja persoalannya menjadi lain, kalau si Anu itu, langsung ngomong kepada saya. Perkara pendapatnya melalui teman, itu soalnya sendiri, dan tidak perlu saya konfrontir, karena kalau dikonfrontirpun, tidak menghasilkan apapun yang baik, selain dari gesekan yang melebar dan membuat panas, yang menimbulkan berbagai penyakit dan celaka.

Saya tidak heran, kalau membaca atau mendengar berita yang membuat gesekan, karena mungkin itu bagian dari penghasilan mereka. Yang membuat saya heran adalah timbulnya pertahanan diri dari sumber dan obyek berita dengan menumpahkan kehebatannya dengan banyak embel-embel hasil karya, yang intinya mereka seharusnya dipuji. Jelaslah!, apalagi kalau tukang koar-koar di TV dan di suratkabar itu adalah para pengawal dan punggawa raja.

Saya salah seorang yang terbukti tidak begitu sukses dalam meniti karir, karena sering kalah dalam fit and proper test, maka saya sebenarnya tidak patut menyatakan alasan apapun seperti, “bahwa saya seorang tukang koar-koar yang tidak sopan, yang sering membuat para pengawal dan raja merah kuping. Gara-gara analisis yang saya berikan secara teknis sangat jelas kebenarannya, karena alat-ukur, timbangan, satuan menunjukkan kebenaran dan ternyata kebenaran adalah bagian dari ketidak sopanan”.

Saya juga tak peduli pada kata-kata “Fit and proper test, bagian dari KKN”, karena saya lebih memilih “Tuhan tidak menghendaki saya duduk ditempat itu, karena tidak mampu membuat kesulitan”. Maka saya hidup lebih tenang meski semua orang tetap bebas memberi pendapatnya tanpa terusik, karena saya tidak akan meraung-raung sambil menunjuk dada, prestasi dan kehebatan yang memang tidak ada apa-apanya.

Suatu saat, teman baikku datang “kok bapak kalah lagi?..”, dalam hati saya, “kapan Sengkuni masuk kedalam pikiran temanku ini”, lalu “dipikirnya saya familinya Kurawa”. “aahh.. saya tidak kalah, cuma tidak kepilih..” sahutku. Bisa juga, sebenarnya temanku menginginkan saya yang kepilih. Padahal buat saya sama saja. Dia tidak akan mengatakan itu kepada saya seandainya dia pernah mengenal Gorbachev si pemimpin Uni Sovyet sebelum bubar, yang mempunyai prinsip “selama kita tidak punya kekuasaan dan tidak memegang kemudi atau alat kendali, tetap saja kita harus patuh sebagai penumpang kapal.” setelah punya kekuasaan dan kendali maka “Glasnost dan Perestroika”.

Pikiran saya agak ngelantur ke negeri asing. Di hampir semua negeri maju dan mau maju, termasuk negeri tirai bambu, anggota kabinetnya terdiri dari teknokrat, ekonom, ilmuan dan budayawan. Maka mereka mengambil tindakan yang sangat terukur dan berempati, berpikir dengan menggunakan alat kebenaran, bahkan mengundurkan diri kalau janji tidak menjadi kenyataan. Karakter ini turun ke seluruh perusahaan, bahkan ke klub sepak bola dan kepada masyrakat.

Saya hanya berharap agar di negeri tercinta, semoga penguasa tidak pernah merasa difitnah, semoga penguasa tidak pernah menunjuk dada kebenaran dan kekuasaan kepada rakyat, apalagi mengutus tukang koar-koar dan tukang debat kusir dengan memakai batik mahal atau stelan jas dan dasi yang bagus, pasti dengan parfum yang semerbak dan wangi tetapi sangat memalukan karena kerjanya hanya memepertahankan diri yang tidak berguna bagi rakyat.

Masih banyak yang lebih penting dan perlu dibahas, yaitu bagian dari pertahanan negeri tercinta, seperti pendidikan, bangunan sekolah, jalan dan transportasi umum, pertanian dan pengairan, lapangan kerja dan pengangguran dan lain-lain yang lebih mengena langsung kepada rakyat banyak.
______________________________________
dari Bisik-bisik: Semoga mereka memberi contoh dengan menggunakan alat, ukuran dan kebenaran.

Written by Singal

October 16, 2010 at 4:08 pm

Melebar

with 15 comments

Uneg-uneg.

Tadinya saya ingin memberi judul uneg-uneg ini salah satu dari antara, terfokus, atau serempak, atau mengerucut atau terukur atau convergence. Namun, saat tuts-tuts keyboard laptopku beradu dengan jari-jariku, tiba-tiba pikiranku dipenuhi suara berita radio dan tv, lalu berganti dengan cepat, pada situasi jalan-jalan Jakarta yang selalu kulewati dalam perjalanan pergi-pulang ke dan dari kantor.

Pikiranku terbang mengawang, melompat dari satu topik ketopik lain, membayangkan apa gerangan kejadian sebenarnya, yang ada dan terpatri di dalam pikiran, anggota tim PANSUS, menkeu Ibu Sri Mulyani dan wakil presiden Bapak Boediono. Pikiranku membayangkan apa gerangan yang ada di dalam pikiran para gelandangan, pengemis, penjual koran, penjual rokok, supir, pengemudi motor dan pak polisi yang mengatur lalu lintas.

Apa gerangan yang ada di dalam pikiran anggota fraksi Partai Demokrat, PDIP, GOLKAR dan partai lainnya. Apa gerangan yang ada di dalam pikiran para pengusaha kaya dan industriwan yang sedih menunjukkan wajahnya, seolah berusaha menjadi pahlawan para buruh yang digaji kecil, hanya gara-gara perdagangan bebas sudah dimulai. Apa gerangan yang ada di dalam pikiran para demonstran, petani dan para guru. Apa gerangan yang ada di dalam pikiran para pakar, yang suka menghakimi dan menonjolkan diri, lalu disela wartawan tv yang mengatakan “jangan kemana-mana”, maka muncullah iklan yang durasinya lumayan lama.

Gila!…tiba-tiba saya masuk ke dalam diri mereka!, lalu otakku mencoba membaca apa yang tertulis dalam pikiran mereka. Hmm…saya menikmatinya, meski saya tahu pasti, apa yang kubaca tidak betul, banyak huruf dan karakter yang tidak kukenal, sehingga juga pasti tidak berguna untukku, selain dari salah satu alat testing untuk otakku bahwa ternyata saya tidak gila…Maka karena pikiranku itu selalu melompat dari satu topik ke topik lain maka kuberi judul uneg-uneg ini “Melebar”, dan hasilnya kira-kira samadengandivergence dalam istilah matematika, tidak terukur atau tidak mempunyai arti fisis, pokoknya tidak ada kesimpulan, dan tidak dapat digunakan. Karena ketika kubaca yang tertulis di dalam pikiran mereka, ternyata melebar atau tidak terfokus. Jelaslah, saya salah baca.
______________________________________
dari Bisik-bisik: Berusaha berpikir dari sisi mereka.

Written by Singal

January 16, 2010 at 7:22 pm

Untung Saya Bukan Presiden

with 68 comments

Kalau tidak, maka:
(berikut ini rangkuman secara umum pelaksanaan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang)

Bidang Pendidikan dan Teknologi
1. Sekolah dan buku gratis.
2. Sekolah sampai kelas 12.
3. Gaji guru (termasuk guru taman kanak-kanak) dan gaji dosen, paling rendah setara 100 gram emas setiap bulan.
4. Masa orientasi dihapuskan karena selalu mengarah pada kekerasan.
5. Pendidikan efektif, anak sekolah berbudi pekerti, tidak kehilangan masa anak-anak dan masa remajanya, maka jumlah buku dan mata pelajaran per kelas per tahun harus dikontrol. Karena (menurutku) kita tidak memerlukan orang pintar yang tidak berperasaan seperti komputer dan mesin.
6. Pendidikan di Universitas dengan mutu yang baik dan berkualitas.
7. Membangun technology research center disegala bidang.

Lingkungan, Pariwisata dan Kesehatan
1. Penebangan hutan akan dihentikan, HPH (Hak Pengelolaan Hutan) dihapuskan dan penghijauan besar-besaran dilaksanakan dan dikontrol tiap hari.
2. Seluruh tepi pantai ditanami pohon bakau sejauh yang bisa ditanami ke arah laut dan sejauh 3 km ke arah darat menjadi hutan lindung. Maka seluruh binatang akan senang.
3. Tidak boleh buang sampah ke sungai, apalagi sampah plastik.
4. Irigasi ke sawah ladang dan lahan pertanian dibangun. Harga jual hasil pertanian harus dijaga demi kemakmuran petani.
5. Semua jenis immunisasi gratis. Pembangunan rumah sakit dan puskesmas ditingkatkan.
6. Fasilitas pariwisata dibangun, agar turis tinggal berlama-lama dengan senang hati.
7. Sampah menjadi bahan bakar energi dan sebagian menjadi pupuk.

Energi Primer dan sekunder
1. Pembangunan Green Energy harus ditingkatkan.
2. Pertambangan Minyak Gas dan Batubara demi kemakmuran rakyat.

Transportasi dan hal-hal terkait.
1. Pembangunan transportasi massal (Mass Transport), kereta api dalam kota dan antar propinsi menjadi prioritas. Di setiap kiri-kanan jalan tol harus dibangun rel kereta api.
2. Pelayanan dan kenyamanan yang baik di setiap stasiun dan bandara.
3. Setiap Bandara dan stasiun bus, harus bisa dicapai dengan kereta api dan tentu saja dengan angkutan umum lainnya.
4. Di mana pun, tempat pelayanan masyarakat tidak boleh ada calo dan preman.
5. Jaminan kenyamanan dan keamanan di angkutan umum.

Kemanan dan Pertahanan
1. Dilarang memukul, mengeroyok dan lain-lain kekerasan dengan alasan apapun.
2. Gaji polisi dan tentara, jaksa dan hakim mulai pangkat terrendah setara 100 gram emas setiap bulan.
3. Angkatan Bersenjata terlatih dan kuat dengan peralatan yang baik dan moderen.
4. Sekali-sekali parade atau “show of force”
5. Mereka bertugas menjamin kemanan dan keamanan bagi Negeri dan pelayanan masyarakat.

Kebudayaan
1. Membangun dan menjaga kelestarian budaya suku bangsa Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika makin berakar kuat.
2. Saling menghargai dan saling menghormati.

Keuangan, Investasi, Industri dan utang piutang
1. Negara tidak boleh menambah utang dengan alasan apapun, kita harus bisa hidup dengan kemampuan dan keberadaan kita sendiri.
2. Dengan demikian semua lembaga keuangan yang suka memberi pinjaman harus segera keluar dari negeri tercinta, misalnya IBRD, ADB, JBIC, …dan lain sebagainya. Go to hell with your money.
3. Membuka dan memberi fasilitas kepada “investor-industri” yang diperlukan di dalam negeri tercinta.
4. Semua biaya yang dibutuhkan berasal dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, dan kekayaan negeri tercinta. (Tambang minyak, gas, batubara dan lain-lain)

Birokrasi dan pegawai pemerintah
1. Gaji paling rendah setara 100 gram emas setiap bulan.
2. Disiplin, berbudipekerti, saling menghormati dan menghargai. Bekerja untuk rakyat tanpa pandang bulu demi kemajuan negeri tercinta.

Hukuman bagi pelanggaran
1. Hukuman berat, tidak ada ampun. Namun tetap diberikan tempat dan kesempatan untuk bertobat bagi setiap orang yang dihukum. (gaji sudah besar. hehehe..)

Hal-hal lain
1. Akan kupilih menteri menteri yang hebat, pintar, dan rendah hati, sesuai dengan disiplin ilmunya dalam melaksanakan program kerja tersebut.
2. Mari kita bekerja sama, dengan tekun dan senang hati dimanapun kita berada demi anak cucu kita.
__________________________________
dari Bisik-bisik: Untung saya bukan presiden, kalau tidak maka:…!!!

Written by Singal

June 19, 2009 at 10:04 pm

Pemilu, Pemilihan Umum untukmu Indonesia

with 30 comments

Mengisi kekosongan dengan buru-buru….hehehe…

“Aku tidak suka pangkat Jenderal” kata Naga Bonar, “aku jadi Marsekal saja” lanjutnya kepada si Lukman. “Lagipula untuk apa pangkat itu, tak perlu itu buatku”.

“Perlu bang, perluuu…” sahut Lukman, “biar Belanda itu jelas berunding dengan siapa”.

Si Lukman ini sangat hebat, dia yang mengatur dan memilih semua pangkat pasukan Naga Bonar, karena cuma dia anak sekolahan, atau setidaknya pernah duduk dibangku sekolah. Namun ada satu orang yang protes.

Si Bujang sang ajudan protes, karena pangkatnya letnan, sedang temannya mayor, lagi pula dia merasa paling berjasa karena menggendong ibu Nagabonar kalau Belanda datang, mereka berlari ke tempat perlindungan.

“Aaaah!..mana kutaaau ituu, si Lukman yang buat paaangkat Jang…..!!!, kalau begitu kau sersan mayor saaja lah!, ada sersaaannya ada juga mayooornya” teriak Naga Bonar dengan enteng sambil membelakangi si Bujang sembari melihat kearah rimba di depannya.

Pemilihan yang hebat, dan jelas posisinya, meski bukan pemilhan umum.

Dalam waktu dekat, kita menjadi si Lukman, bukan memilih dan menentukan pangkat, melainkan memilih wakil kita atau anggota DPR, DPRD I dan DPRD II, untuk menentukan nasib bangsa dan masyarakat secara umum. Memberi kemudi kendaraan namanya Indonesia kepada mereka yang kita pilih untuk menjalankannya.

Selamat memilih dan semoga pilihan kita itu adalah supir yang tepat dan baik, dapat diandalkan, mereka dapat mengemudikan dengan benar seperti Hamilton, Raikonnen, Masa, Alonso dan lain-lain di mobil roket formula satu.

Naga Bonar terbukti tangguh, seperti juga Hamilton, Raikonnen, Masa dan Alonso. Caleg (Calon Legislatif) yang terbukti tangguh, “siapa ya… no comment! ask yourself!…. semoga ada supir tangguh untukmu Indonesia “.
________________________________
dari Bisik-bisik: Selamat memilih wakilmu!

Written by Singal

April 3, 2009 at 7:20 pm

Sang Pengusaha

with 53 comments

“Pulanglah nak!, kamu kan pajojorhon malam ini, beritahu inang-bajumu agar pakayanmu diambil dari laemu tukang jahit samping rumah kita. Baju itomu si Riama ada di atas tempat tidur, sudah mama sterika, durung-durung kalian sudah mama siapkan diatas lemari” kata ibunya sambil menancapkan berkas lima atau enam semai padi siap tanam, bersama tangannya ke dalam tanah yang berlumpur lembut dan berair, mengangkat tangannya, meninggalkan batang dan daunnya dipermukaan dan akarnya berada didalam, lalu dengan cepat mengambil yang lain dari berkasnya segera menancapkannya sambil membungkuk mundur.

Anak laki-lakinya berumur 12 tahun masih klas 6 SD berbuat hal yang sama, sekali-sekali mereka berdiri untuk meluruskan pinggangnya. Sangat jarang anak laki-laki ikut menanam padi, apalagi anak sekecil dia.
“Tinggal sedikit lagi ma.., kita pulang bersama saja ma.. kita ke gereja bersamaan dengan si Riama dan bapak, kan?! “. katanya. Sambil berdiri, dia memperhatikan ibunya yang kurus, membungkuk, dengan cekatan menancap semai padi, kepalanya ditutup mandar yang dilipat melindungi sengatan matahari.

Ibunya, diam saja terus membungkuk dan mundur memasukkan tangannya kedalam lumpur dan membiarkan semai padinya tertancap. Ibu yang bersemangat, ibu yang tak letih berjuang demi keluarganya, Ibu dengan wajah yang penuh syukur memancarkan kebahagian, membaginya kepada semua orang yang berhadapan dengannya. Suaminya bekerja sebagai pamundak dipasar. Badannya tegap, pundak dan punggung yang keras lebam. Pekerjaannya menaikkan dan menurunkan karung penuh beras, mendorong drum minyak tanah dan minyak goreng dari dan ke truk dan toko-toko, semua orang di pasar itu menyenanginya.

Mereka adalah sosok keluarga yang tidak pernah lepas dari kerja fisik yang keras, termasuk anaknya. Namun, tidak pernah mundur atau menyerah meski sangat miskin. Mereka selalu merasa penuh berkat, penuh kebahagiaan didalam kekurangannya. Anehnya, banyak orang yang justru teman-temannya, sering menyebutnya si burju-loak.

Biasanya, di kampung itu, pada bulan Desember sebelum hari Natal, semua orang sudah selesai menanam padi. Mereka selalu belakangan, baik tahun ini juga tahun-tahun sebelumnya. Ibunya ikut menanam padi di sawah tetangga, lagi pula ayahnya baru kemarin menggaru sawah mereka, sedang ibunya mencabut atau mengambil semai padi siap tanam, menyusunnya menjadi berkas-berkas, lalu meletakkannya berbaris jarak dua meteran di dalam sawah yang telah digaru ayahnya, agar mudah ditanam besok harinya.

Diantara suara hujan Desember yang bedesah dan bunyi daun pohon serta tumbuhan kebun lainnya yang dibentur hujan, terdengar suara lonceng gereja bergema, menandakan pukul lima sore. “Tiuuur!, Tiur! ambil dulu daun pisang itu!” kata ibunya kepada adiknya, inang baju anaknya. “Ayo kita berangkat, ayah kalian nanti menyusul, mungkin pekerjaannya belum selesai”.

Mereka berjalan menuju gereja dengan daun pisang sebagai payung. Sawah dikiri kanan jalan yang baru ditanam tampak senang menyambut air jatuh dari atas. Wajah si Bonar dan Riama sangat senang, hari ini hari Natal, mereka memakai baju baru, iya baju baru… mereka memakai baju baru saat berbicara dengan Tuhan. “Tuhan akan menerima kami dengan senang. Tuhan juga akan menjaga ayahku” pikir si Bonar. Ayahnya biasanya sudah tiba di rumah meski bukan hari Natal.

Dia berjalan dengan sangat cepat di jalan yang masih basah, gunung sudah menghitam, awan memutih naik, sangat jelas di kegelapan, hujan baru reda, sekali-sekali kelipan lampu tampak dari kampung di gunung, suara jangkrik, kodok sawah dan binatang kecil lain besahutan. Dia bergegas, cahaya dari pintu dan jendela gereja di depannya sudah kelihatan. “Sonang ni borngin na i, uju ro Jesus i.…malam kudus…..” terdengar alunan nyanyian diiringi poti marende pedal, dia masuk tidak ada tempat duduk, “ahh… disana masih bisa di pojok bangku belakang”. “Beritahu bukit dan lembah, beritahu berita damai …damai di bumi…damai bagi seluruh umat manusia” suara yang terdengar dari nyanyian dan khotbah.

“Bapak tidak melihat saya pajojorhon“, suara si Riama yang berpegangan dengan ibunya, menyela pembicaraan dalam perjalanan pulang yang diterangi lilin ditangan mereka. “Iya nak, ketika bapak mau pulang bapak harus menolong seorang anak yang ditabrak mobil, membawanya kerumah sakit, orang tuanya belum tahu, kita tidak mengenalnya. Semua uang bapak habis membeli obatnya bahkan masih kurang, semoga dia lekas sembuh nak!” sahut bapaknya tangannya terletak di pundak si Bonar, sambil memperhatikan istrinya yang bijak, sebelumnya, dia telah membisikkannya kepada si jantung hatinya itu.

“Ma..! Pa..!, si Riama tidak bisa pulang, dia sibuk menyelesaikan research Doktornya di Leiden Belanda. Iniii, ini si Bonar, maa..! paa…!!!, ……!!” Suara tangisnya di atas dua gundukan tanah di kebun belakang rumahnya, Ibunya meninggal ketika Bonar masih kelas dua SMA dan Riama kelas satu SMA, ayahnya menyusul setahun kemudian. Kini Bonar seorang pengusaha yang sukses, mempekerjakan lebih dari empat ribu orang karyawan.

“Sudahlah nak ” kata inang udanya yang sudah menjanda, suaminya meninggal beberapa tahun lalu. “Sudah lah nak, ayo kita berangkat…kau dengar lonceng gereja itu?”.

Selamat Hari Natal
dan Tahun Baru.
Damai di bumi, damai bagi seluruh umat manusia.
_________________________________
dari Bisik-bisik:
Pajojorhon: liturgi, anak-anak menyebut firman Tuhan dari depan mimbar gereja.
Inang-baju: kata panggil kepada adik ibu yang belum menikah
Lae: kata panggil antara laki-laki atau saudara sepupu, atau ipar
Ito: Saudara perempuan, kalau laki-laki yang memanggil (berlaku timbal balik, saudara laki-laki kalau perempuan yang memanggil). Berlaku juga antara gadis dan pemuda.
Durung-durung: Persembahan kepada Tuhan.
Menggaru: meratakan sawah sebelum ditanam.
Mandar: kain sarung
Pamundak: orang yang bekerja mengangkat barang berat seperti beras dan lain-lain, di pasar.
Burju-loak: orang yang baik tetapi bodoh
Poti marende: organ
Inang-uda: adik ibunya, dipangil inang baju sebelum menikah.

Written by Singal

December 22, 2008 at 6:17 pm

Some (one/thing) behind!

with 13 comments

Fiksi.

Rambutnya sudah beruban, pipi dan dahinya memerah berkilat diterpa matahari sore, dari puncak gunung itu, dia tidak bosan memandang ke sekeliling lembah, ke arah utara lalu berputar ke selatan, mengangkat tangan keatas dahi mencegah silau, menghubungkan seluruh bukit kehijauan dan gunung kebiruan yang melingkari lembah itu.

Tidak ada rasa penat, tadi pagi bangun pukul 2.00, pukul 4.00 check-in di bandara Sukarno Hatta, take-off pukul 6.00, naik mobil sewa sejauh 300 km lebih dari Medan, istrahat makan siang di tepi danau Toba Parapat, sekarang hampir pukul 4.00 sore, dia berdiri di puncak gunung ini. Mobil tua yang meraung-raung mendaki jalan tebing terjal berbatu batu mengantarnya kesini. Setengah jam yang lalu setelah turun dari mobil sewa, dia masih minum kopi di salah satu lapo di kaki bukit ini.

Lembah…, sawah yang menguning bergelombang ditiup angin bak ombak laut, terbelah menjadi beberapa bagian, diiris jalan yang tampak menjadi garis hitam kehijauan, menghubungkan kampung-kampung dengan jalan besar, membentuk rangkaian simpul terhubung satu sama lain. Kampung berbagai berbentuk!. Bentuk persegi tidak beraturan,… bentuk bulat,… dan selalu dikelilingi pohon dan bambu. Di dalamnya deretan rumah beratap seng tampak sebesar kotak korek api. Cahaya matahari kadang muncul dari atap seng melalui celah daun pohon yang bergoyang ditiup angin. Sekali-sekali gumpalan debu beterbangan bergulung gulung mengejar mobil menyusuri garis hitam itu menuju jalan besar. “hmm… setiap pagi, jalan besar itu penuh anak sekolah, jalan kaki menembus kabut yang membatasi pandangan dua sampai tiga meter” dia bergumam.

Dua sungai besar mengalir memberi kesuburan pada lembah itu, memberi batas barat, tengah dan timur, yang tidak penah tercatum di ampolop surat pos. Bertemu di suatu tempat, lalu bergerak menuju ke selatan mengejar nun jauh disana…lautan Hindia. “Lembah yang indah dan subur…, kota sekolah…Medan…Jakarta..Indonesia…kota dan lembah yang ada di dunia..dunia makin sempit,…” pikirannya mencampur semua kejadian, dulu, saat ini dan masa datang, lebih cepat dari komputer apapun. Lalu dia berbalik memanggul ransel kesukaannya, melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan sambil menenteng sekotak besar rokok. Ya!, sekotak besar…meski dia tidak pernah merokok.

“Saya harus cepat, tiga bukit lagi harus kulewati…..satu setengah atau dua jam naik turun, lalu mandi di pancuran”. Perasaan menyenangkan mengalahkan kelelahannya, menimbulkan semangat masa mudanya, membayangkan pancuran bambu, airnya jernih keluar dari celah batu yang terbenam di pinggang bukit, terletak tidak jauh, sebelum kampungnya. “bundaran pelangi kecil, akan muncul didepanku bersamaan dengan jatuhnya percikan air pancuran dari kepalaku, dilukis sinar matahari sore. Tetapi hari ini tidak, matahari sudah terbenam saat saya tiba…aah..masih ada hari esok!” pikirannya penuh, serempak dengan langkahnya yang panjang di jalan antara bukit, jurang dan lembah kecil yang ditumbuhi semak, ilalang bercampur dengan pohon-pohon kecil-kecil. Haramonting, sanduduk, motung, tandiang, antunu dan buar-buar, kadang diselingi hau umbang, tambissu, dan sepang. Tiupan angin memaksa pohon dan ilalang berdesir, daun-daunan melambai-lambai disertai suara binatang dan kepakan burung ikut menyambut kehadirannya.

“Mana mungkin baik!…akhir tahun lalu para pabrikan mobil, motor beserta agennya mengumumkan keuntungan dan kenaikan jumlah penjualan, Jasa Marga juga untung, pabrik semen untung…. penghasilan pajak kendaraan…”, tiba-tiba muncul dipikirannya, tadi pagi dia ke bandara melewati banyak polisi tidur, berlubang menyakiti ban mobil, lalu masuk ke jalan besar. Jalan tol menuju bandara sudah mulai padat. Di bandara, hanya satu pintu yang terbuka, orang beringsut mengangkat tangannya ke dada melindungi tubuhnya dari antrian yang berdesakan. Pandangan mata dingin petugas seolah tanpa perasaan, gajinya mungkin kecil, sementara dua temannya asyik ngobrol tidak peduli. “Mana mungkin pelayanan publik yang baik, mana mungkin ada mass transport…. !! omong kosong…rugiii!!. Tiang-tiang mono-rail terbengkalai, bahkan sudah memakan korban mobil dan manusia”.

“Mana mungkin baik!!…., danau toba tetap saja mengecil….hutan tetap saja gundul, meski pabrik pulp kertas telah menyatakan pabriknya tidak mengganggu lingkungan,….permukaan danau toba tetap saja dibiarkan jelek dan bau, karena keramba ikan nila terutama di Parapat berpartisipasi meningkatkan nilai ekspor…”. Terbayang kesialannya terjebak dibelakang mobil truk, penuh kayu menggunung, menakutkan ketika jalan menikung, miring hampir terbalik. Mengakibatkan antrian panjang, mereka parkir dipinggir jalan entah apa sebabnya. Truk-truk itu juga harus melewati jembatan timbang. Lepas dari antrian membuat mobil mobil lari kencang, seolah dikejar hantu yang tak pernah menampakkan dirinya. Maka dia lebih sibuk berdoa daripada menikmati perjalanan, dia lebih sering memasukkan jantungnya yang sering terasa copot…sungguh nyawa hampir tak berharga…tidak ada speed limit.

Terdengar suara pancuran, tak terasa dia akan segera tiba, “bo..ni aek i.., bo..ni aeki!!” dia berteriak keras, dia heran tidak ada jawaban.. “pukul 6 lewat tidak ada orang?!”, biasanya saatnya banyak orang mandi..

Tubuhnya yang segar setelah mandi, menyesuaikan hawa dingin pegunungan. Dia melangkahkan kaki melewati gerbang kampung, cahaya lampu petromax dari lapo satu-satunya menerobos kegelapan menerangi jalan didepannya, hatinya sangat senang, terharu.., langkahnya makin panjang…suara riuh orangtua main catur dan nyanyian pemuda diiringi gitarnya, terdengar sayup-sayup, makin jelas makin kencang… dan “horas!!”
“horas!!…” semua orang menatapnya penuh tanda tanya.
“aku si Tigor…..!!” dia melihat sekeliling tidak ada satupun yang dikenalnya….

Tiba-tiba “bah…sudah pulang kau Tigor…”, seorang tua ubanan langsung memeluknya, “tigapuluh tahun cukup membuat generasi sudah berganti” katanya. “Berapa anakmu, kau sudah punya cucu?!, lihat aku, cucuku pun sudah mau nikah”, lanjutnya.

Tigor terhenyak dan terdiam sejenak, “Saya belum kawin, belum nikah…., tetapi semua anak-anakku, sudah selesai sekolah. Anak pungut!!, mereka banyak yang sudah berkeluarga, mereka tidak mengenal saya, dan saya tidak ingin mereka kenali, saya senang mereka sukses….hehehe..kau tau itu…..”

“Ah..kau itu, si Roma si gunung es itupun belum kawin..meski banyak pemuda yang melamarnya.., sudah tua dia itu..tetap saja cantik.. hehehe…cinta monyetmu itu..” sahut si orangtua temannya semasa sekolah, merekapun ngobrol sampai pagi.
__________________________
dari Bisik-bisik: Lapo: Warung atau kedai kopi/tuak, tempat orang berkumpul, minum, makan, main catur dan bernyanyi sering diiringi gitar.
Haramonting, baca [Haramotting]: sejenis tumbuhan liar setinggi pinggang orang dewasa, biasanya tumbuh di padang rumput dan steppa kadang disemak-semak, buahnya bulat sebesar ujung ibu jari orang dewasa, kalau sedang masak warnanya merah, rasanya manis dan enak dimakan.
Sanduduk [sadduduk]: sejenis tumbuhan liar setinggi pinggang orang dewasa, sering tumbuh berdampingan atau diselingi haramonting, daun bunga dan buahnya didominasi warna ungu. Buahnya bulat lonjong lebih kecil dari buah haramonting, rasanya sepat.
Motung: Sejenis pohon kecil, daunnya lebar dua warna, bagian bawah putih dan bagian atas hijau, tiupan angin seolah memberi lambaian dan bagus kelihatan.
Tandiang [taddiang]: Pakis
Antunu [attunu]: Sejenis pohon batangnya langsung bercabang, daunnya seperti pandan berduri lebih panjang, buahnya sebesar mangga dan kulitnya sperti buah nangka, tidak dimakan. Tumbuh di jurang kecil, kehadirannya menandakan kelembaban dan kemungkinan ada air.
Buar-buar: sejenis tumbuhan seperti rotan, besar tetapi kaku, jarang digunakan, ujungnya berduri.
Hau umbang [hau ubbang]: sejenis pohon tidak pernah atau jarang menjadi besar, tetapi banyak tumbuh dibukit, batangnya sering digunakan sebagai pagar.
Tambissu [tabbiccu]: sejenis pohon tak pernah atau jarang besar, seperti hau umbang, batangnya sering dipakai sebagai pagar. sejenis ulat suka daun tambissu ini, dapat dimakan.
Sepang: Sejenis pohon, batangnya lurus tidak bercabang, lunak dan ringan, dipakai sebagai bahan untuk membuat okulele dan gitar kualitas sedang.
Bo..ni aek i..: adalah kata normal yang harus diteriakkan ke pemandian kalau kita ingin lewat, atau mandi.

Written by Singal

December 10, 2008 at 9:29 pm

Kebenaran yang hilang dan Kebenaran yang kembali.

with 24 comments

“KTP bu” kata pegawai bank itu,

“Ini mama nak!” jawab si ibu berdiri, mereka dipisahkan meja.

“KTP bu”, sambil menunjuk pengumuman yang ditempel di kaca tembus didepan mereka, Pengambilan  uang tunai, harus disertai bukti identitas, KTP atau SIM.

Si Ibu membuka tasnya mencari KTP, tetapi tidak ada, mungkin  tertinggal di rumah. Namun dia coba lagi,

“Ini mama’mu nak!”

tetap saja jawabannya sama, “KTP bu!”, lalu si Ibu pulang.

Tadi pagi si Ibu yang sudah berumur dan hidup menjanda itu, memberangkatkan anak satu-satunya itu dari rumah. Hari ini adalah hari pertama baginya bekerja, di kantor bank dekat rumah mereka. Betapa bahagianya!, dia diantar sampai pintu, dan berdiri disana sampai anaknya menghilang dari pandangan.

Lalu si Ibu ingat, masih ada sedikit tabungannya di bank itu, untunglah!!. Dia segera berkemas lalu berangkat. Dengan sabar dia antri, bercerita bangga dengan kerut muka tua yang bersinar kepada orang-orang, meski tidak ditanya, “Itu anakku, hari ini dia baru mulai bekerja”. 

“Kubelah dua saja anak ini biar adil”

“Ampun, baginda!, berikan saja anak itu sama dia, jangan bunuh, ampun Tuanku”, jerit si Ibu, sambil menunjuk ibu disampingnya, “berikan sama dia Tuanku”, berlutut memohon kepada Baginda, agar anak itu tidak dibunuh.

“Belah saja anak itu, Tuanku, yang maha adil, belah saja”, sergah ibu yang ditunjuk ibu yang pertama tadi.

Lalu Baginda Raja Sulaiman, memberi anak itu kepada ibu yang pertama, “Bawalah!, ini anakmu” lalu menyuruh pengawalnya menangkap ibu yang kedua, untuk dihukum.

Kedua ibu itu berebut anak, mereka melahirkan baji pada saat yang sama. Satu meninggal ketika lahir, satu lagi sehat dan segar bugar.

Kebenaran yang hilang karena tidak disertai bukti KTP legal, dan kebenaran yang kembali anak dikembalikan kepada ibunya yang benar meski tidak disertai bukti legal.

“Sidang tidak bisa dilanjutkan, karena berkasnya kurang lengkap” suatu saat terdengar suara hakim di pengadilan dan si terdakwa tersenyum penuh kemenangan. Sementara itu, “Kamu diterima jadi pegawai, semua berkasmu lengkap dan nilai izazahmu sangat bagus” yang bersangkutan tersenyum, izazah palsunya tidak ketahuan, dia membayangkan jabatan yang akan didudukinya dikemudian hari.

__________________________

dari Bisik-bisik: Obrolan dengan temanku. Bukti legal sering dipermainkan oleh para petualang, iya kan?, dan negeri yang membiarkan hal seperti itu, akan diatur pula oleh para petualang, iya kan?!

Written by Singal

August 3, 2008 at 6:46 pm