Singal’s Weblog

Just another WordPress.com weblog

Archive for the ‘Pelayanan’ Category

Borhat ma ahu, dungi mulak muse. (Saya pergi untuk pulang)

leave a comment »

Saya senang juga karena siklus keseharian tubuhku tidak terganggu. Pesawat yang membawaku ke Lubuklinggau berangkat pukul 11.00. maka kemarin tidur dan bangun pagi hari ini berlaku seperti biasa, cuma hmmm..perutku agak terganggu, diaree..entah apa penyebabnya.

Besok, presentasi menjelaskan pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh calon kontraktor, lalu menunjukkan lokasi ditengah hutan di suatu tempat di Sumatera Selatan, dan menyusurinya lewat jalan besar menuju Bangko Sumatera Barat, kembalinya ke arah timur di suatu tempat dekat kota Jambi. Hmmm..hutan daerah ini tidak asing bagiku.

Tahun 2006-2008 yang lalu, saya dengan dua orang temanku selalu menyusuri hutan hutan ini, banyak dinamika, hutan, lumpur jalan tanah, perkampungan, rumah satu satu, sore, malam gelap, suara binatang, jalan ke kota kecil menginap masih jauh.

Kini saya duduk ditaksi, bertiga tidak kenal satu sama lain, tadi saling menunggu Bus DAMRI yang tak muncul muncul, sepanjang perjalanan saya melihat kesibukan Jakarta dari jendela, gedung motor, mobil, jalan tol, jalan umum pejalan kaki, pedagang pinggir jalan semua tergesagesa.

Tentu, tentu saya diberangkatkan istri tercinta polisi toba. Saya diantar ke stasiun bus. Berdoa, selamat pergi, selamat diperjalanan, selamat pulang. Tuhanku yang mengaturnya, lalu kami serahkan hidup kami sepenuhnya kepadaNya. Juga anak dan cucu kami, mereka the next generation agar hidup dijalan dan didalam kesukaanNya. Amen.

#imajo, borhat ma ahu, dungi mulak muse. Saya pergi untuk pulang.

Written by Singal

November 23, 2019 at 9:38 am

Ari paduahon, Surat paduahon. Hari Kedua

leave a comment »

28 Desember 2018,

Kemarin, “Kulihat ibumu” itulah bisikan pertama yang kudengar ketika berpelukan dari kedua nantulangku ini, yang satu tinggal di suatu tempat tepian danau toba dan satu lagi tinggal di Tarutung lembah Silindung. Mereka sudah uzur, tua banget tetapi ingatan dan tutur kata masih jernih dan mengingat kami satu per satu begitu menyebut nama masing masing.

Tadi siang kami mengunjungi amangnoru di Lintongnihuta isterinya adik perempuan ayahku sudah lama tiada, sudah lama pergi ke sisi Tuhanku.

Saya mengerti banget, melihat wajahnya hampir menangis begitu kami letakkan ikan arsik ke hadapannya, lalu saya menyatakan “ini ikan kami bawa, ikan yang selalu beriringan bermata jernih. doa kami kepada Tuhan, semua turunan anak cucumu dan amangboru selalu beriringan melihat dan merasakan semua yang baik di dunia fana ini”. Kuusap punggungya “kami tidak memberitahukan kedatangan kami,, amangboru!” kataku, tetapi beliau masih terpaku, hmmm batak tulen beliau memikirkan seharusnya menyiapkannya balasannya. Lalu kami ngobrol senang, tambah sehat amangboru!.

#itulah dulu, sering low bat, gue masih jalan terus mengunjungi gereja gereja dimana saya dan nenek moyang menjadi jemaatny#

Written by Singal

January 12, 2019 at 2:41 pm

Zero+

leave a comment »

Kolose 3:13.

Kebaktian mengucap syukur di rumah Siborongborong.

Semua keluarga, kami kakak beradik bersama anak menantu dan cucu masing masing sudah berkumpul. 
Semua berterimakasih, 
semua menunduk, 
semua mengucap syukur. 
Ampuni kami Tuhan.

Bahasa Batak,

Masipaunean jala masisesaan dosa ma hamu, jumpa marpangkurangi nasada dompak donganna, songon panesa ni Kristus dihamu, songoni ma nang hamu Kolose 3:13.

Niuluhon ni Pareses HKBP Siborongborong. Didongani, Koor ina dohot mannen Koor.

Asi rohaM, sahat tu Ho ma hami Tuhan.

Amen, ima tutu.

Written by Singal

January 12, 2019 at 2:32 pm

Pertemuan

leave a comment »

Sanga (Sempat)

“Sempatkanlah datang” suara teman melalui hp, ia bersemangat ingin bertemu, kurasakan tekanannya suaranya, ia sangat senang maklum sudah 46 (empat puluh enam) tahun  tidak bertemu,  memang Jakarta…kota egois.  “sudah banyak teman di sini, si anu, si itu dan..”  disebut satu per satu, tidak ada satupun yang kuingat, siapa mereka.

Dulu kami satu  kampung dan satu SMA, bertemu di group whatsup, maka ia tau no hp ku. “saya usahakan, lae” sahutku singkat. karena saya sedang menghadiri acara adat “marhusip dan ria raja” (acara melamar, berbalas pantun) di Cililitan, sedang mereka di Kelapa Gading menghadiri acara adat perkawinan, salah seorang teman SMA kita mantu.

Ini foto pada acara adat “marhusip nya di Cililitan.

Cililitan

Dan akhirnya saya sempatkan ke Kelapa Gading, malah di daulat “mandok hata” (memberikan  kata selamat berbahagia) tentu dengan bebarapa peribahasa yang berkaitan dengan kehidupan.meski salah salah sedikit tidak apa-apa.

IMG-20160522-WA0009

Written by Singal

May 25, 2016 at 5:51 pm

Suka-suka

with 27 comments

Suka-suka bisa jadi kata majemuk satu-satunya yang digunakan atas tindakan atau perilaku seseorang yang sulit dijelaskan, karena cenderung personal dan subjektif, meski maksudnya baik tetapi dapat menimbulkan polemik.

Suatu saat, saya dengan seorang teman dipanggil pimpinan, membicarakan penilaian kinerja tahunan, “kalian saya nilai seperti ini, apa pendapat kalian” katanya sambil menunjukkan formulir penilaian. Teman saya itu bilang “suka-suka bapaklah, kan bapak sudah menilainya”.

Ketika BUMN dibentuk, maka istilah fit and proper test menjadi populer, bagi saya istilah ini adalah ganti kata suka-suka. Sedemikian terkenalnya, untuk memilih pimpinan yang terendahpun, istilah ini pasti dipakai, sekaligus menjadi perlindungan bagi pimpinan yang suka-suka, membuat banyak orang kecewa dan hilang motivasi. Mengapa?. Konon, suka-suka semacam ini tidak mungkin terjadi di perusahaan swasta.

Bapak presiden meminta agar kasus cicak-buaya tidak diteruskan ke pengadilan, demi kepentingan umum, meski kepolisian dan kejaksaan menyatakan cukup bukti, saya tidak tahu umum itu siapa?, mungkinkah karena sejuta facebookers, atau sebagian kecil masyarakat yang teriak-teriak (keras) di jalanan dan media masa yang makin senang memberitakannya?!, dalam hatiku, “kasihan Bibit-Chandra”, sebab kebenarannya tak pernah terbukti. Namun hati saya mengatakan “ini kan suka-suka”.

Menurutku facebookers, tukang teriak jalanan dan media masa yang berbondong-bondong untuk membela Bibit-Chandra, tidak ada bagi nenek tua Ny. Minah, yang dihukum karena mencuri tiga buah kakao, meski kakao itu tidak pernah beliau sembunyikan. Suka-suka orang untuk tidak berbuat atau membela.

Maksud baik pimpinan baru (kantor pemerintah, BUMN) menjelaskan rencana kerja yang akan dilaksanakan pada masa-masa berikut, menghasilkan pikiran rasa positif, negatif dan hambar atau apatis, juga suka-suka pegawai berpikiran begitu, terutama bila pimpinan itu bukan dari pegawai karir.

Saya mau mengritik diri sendiri, karena suka menyatakan kebenaran menurut pikiran saya sendiri. Ketika memberikan nasehat alias perintah kepada anak saya. “Bapak selalu turut pada perintah nenek-kakekmu, maka kalian pun harus turut, agar maju dan dapat berkat Tuhan” perintahku. “Itukan suka-suka bapak, ngomong” jawab mereka. Lalu bisa menimbulkan perdebatan yang lebih seru, menjadi tidak jelas juntrungannya, hanya karena berbeda sisi pandang ala demokrasi rumah tangga, maklum mereka sudah besar dan dewasa. Terbukti, jaman dulu dan sekarang sulit betemu, meski itu hasil transformasi situasi dan waktu. Pandangan anak-anak bahwa saya suka-suka, karena saya penguasa di rumah.

“Suka-suka” menular kepada supir angkutan kota, pedagang kaki lima, pak Ogah, meski mereka berjuang untuk hidup, tetapi sering mengganggu kenyamanan. Suatu saat, petugas polisi dan kamtib PEMDA, akan menertibkannya, dengan suka-suka.

Petugas pelayanan masyarakat, terminal, stasiun kereta api, bandara, juga suka-suka dengan tatapan dingin kepada orang, yang sedang antri di depan banyak pintu tetapi hanya satu yang terbuka.

Dengan demikian “suka-suka” dapat kita sebut milik penguasa, atau setidaknya yang bisa berkuasa.

Karena suatu saat saya merasa penguasa, maka saya ajak semua orang harus tersenyum, kalau murung wajib traktir bagi semua orang, karena “Murung adalah milik orang kaya”. Sehingga, ada-ada saja yang tiba-tiba miskin, karena harus tersenyum. “Senyuman adalah milik orang miskin” kataku, ini juga kategori suka-suka.

Teman saya bilang, senyuman yang paling mahal di dunia ada di Hongkong dan Taiwan, sedemikian mahalnya maka pimpinan kantor pelayanan publik, dengan suka-suka, meletakkan cermin kecil di depan pegawainya, sehingga kalau orang atau tamu datang, dia akan melihat mukanya lebih dulu, terpaksa dia tersenyum, tamu itu pun ikut tersenyum, padahal si pegawai tersenyum kepada bayangannya sendiri, terbukti senyum adalah penyakit yang paling cepat menular, salah satu penyakit menular yang menyehatkan.
_______________________________________________
dari Bisik-bisik: Tulisan ini kumulai dengan suka-suka lalu kututup dengan suka-suka.

Written by Singal

November 29, 2009 at 11:53 pm

Untung Saya Bukan Presiden

with 68 comments

Kalau tidak, maka:
(berikut ini rangkuman secara umum pelaksanaan program jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang)

Bidang Pendidikan dan Teknologi
1. Sekolah dan buku gratis.
2. Sekolah sampai kelas 12.
3. Gaji guru (termasuk guru taman kanak-kanak) dan gaji dosen, paling rendah setara 100 gram emas setiap bulan.
4. Masa orientasi dihapuskan karena selalu mengarah pada kekerasan.
5. Pendidikan efektif, anak sekolah berbudi pekerti, tidak kehilangan masa anak-anak dan masa remajanya, maka jumlah buku dan mata pelajaran per kelas per tahun harus dikontrol. Karena (menurutku) kita tidak memerlukan orang pintar yang tidak berperasaan seperti komputer dan mesin.
6. Pendidikan di Universitas dengan mutu yang baik dan berkualitas.
7. Membangun technology research center disegala bidang.

Lingkungan, Pariwisata dan Kesehatan
1. Penebangan hutan akan dihentikan, HPH (Hak Pengelolaan Hutan) dihapuskan dan penghijauan besar-besaran dilaksanakan dan dikontrol tiap hari.
2. Seluruh tepi pantai ditanami pohon bakau sejauh yang bisa ditanami ke arah laut dan sejauh 3 km ke arah darat menjadi hutan lindung. Maka seluruh binatang akan senang.
3. Tidak boleh buang sampah ke sungai, apalagi sampah plastik.
4. Irigasi ke sawah ladang dan lahan pertanian dibangun. Harga jual hasil pertanian harus dijaga demi kemakmuran petani.
5. Semua jenis immunisasi gratis. Pembangunan rumah sakit dan puskesmas ditingkatkan.
6. Fasilitas pariwisata dibangun, agar turis tinggal berlama-lama dengan senang hati.
7. Sampah menjadi bahan bakar energi dan sebagian menjadi pupuk.

Energi Primer dan sekunder
1. Pembangunan Green Energy harus ditingkatkan.
2. Pertambangan Minyak Gas dan Batubara demi kemakmuran rakyat.

Transportasi dan hal-hal terkait.
1. Pembangunan transportasi massal (Mass Transport), kereta api dalam kota dan antar propinsi menjadi prioritas. Di setiap kiri-kanan jalan tol harus dibangun rel kereta api.
2. Pelayanan dan kenyamanan yang baik di setiap stasiun dan bandara.
3. Setiap Bandara dan stasiun bus, harus bisa dicapai dengan kereta api dan tentu saja dengan angkutan umum lainnya.
4. Di mana pun, tempat pelayanan masyarakat tidak boleh ada calo dan preman.
5. Jaminan kenyamanan dan keamanan di angkutan umum.

Kemanan dan Pertahanan
1. Dilarang memukul, mengeroyok dan lain-lain kekerasan dengan alasan apapun.
2. Gaji polisi dan tentara, jaksa dan hakim mulai pangkat terrendah setara 100 gram emas setiap bulan.
3. Angkatan Bersenjata terlatih dan kuat dengan peralatan yang baik dan moderen.
4. Sekali-sekali parade atau “show of force”
5. Mereka bertugas menjamin kemanan dan keamanan bagi Negeri dan pelayanan masyarakat.

Kebudayaan
1. Membangun dan menjaga kelestarian budaya suku bangsa Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika makin berakar kuat.
2. Saling menghargai dan saling menghormati.

Keuangan, Investasi, Industri dan utang piutang
1. Negara tidak boleh menambah utang dengan alasan apapun, kita harus bisa hidup dengan kemampuan dan keberadaan kita sendiri.
2. Dengan demikian semua lembaga keuangan yang suka memberi pinjaman harus segera keluar dari negeri tercinta, misalnya IBRD, ADB, JBIC, …dan lain sebagainya. Go to hell with your money.
3. Membuka dan memberi fasilitas kepada “investor-industri” yang diperlukan di dalam negeri tercinta.
4. Semua biaya yang dibutuhkan berasal dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, dan kekayaan negeri tercinta. (Tambang minyak, gas, batubara dan lain-lain)

Birokrasi dan pegawai pemerintah
1. Gaji paling rendah setara 100 gram emas setiap bulan.
2. Disiplin, berbudipekerti, saling menghormati dan menghargai. Bekerja untuk rakyat tanpa pandang bulu demi kemajuan negeri tercinta.

Hukuman bagi pelanggaran
1. Hukuman berat, tidak ada ampun. Namun tetap diberikan tempat dan kesempatan untuk bertobat bagi setiap orang yang dihukum. (gaji sudah besar. hehehe..)

Hal-hal lain
1. Akan kupilih menteri menteri yang hebat, pintar, dan rendah hati, sesuai dengan disiplin ilmunya dalam melaksanakan program kerja tersebut.
2. Mari kita bekerja sama, dengan tekun dan senang hati dimanapun kita berada demi anak cucu kita.
__________________________________
dari Bisik-bisik: Untung saya bukan presiden, kalau tidak maka:…!!!

Written by Singal

June 19, 2009 at 10:04 pm

Koalisi Berbagi Kekuasaan atau Gotong Royong

with 29 comments

Gotong royong adalah salah satu budaya negeri tercinta, tolong menolong membajak sawah, memanen, membuat jalan, membuat irigasi, menjaga kebersihan, keamanan dan lain-lain yang berguna, hasilnya langsung dikecap masyarakat.

Gotong royong membongkar dan melanda batas rasial, melanda batas diskriminasi. Gotong royong satu perasaan, satu tujuan, satu cita-cita, pengamalan pancasila dan buah bhineka tunggal ika.

Gotong royong berakar kuat!, sayang….., kini…pohon dan daunnya mengering hampir rontok meski di negeri tercinta tidak ada musim gugur, ia tertelan siapa loe siapa gue. Tertelan oleh kendaraan macet dan jalan penuh lobang. Tertelan hutan beton dan gemerlap lampu kristal, tertelan sumbangan penyalur kebaikan yang berpakaian bagus, ganteng, cantik dan suka berkoar-koar sebagai orang baik.

Kini..gotong royong hanya tumbuh subur pada gelandangan, pemulung, nelayan dan petani, berlawanan dengan politikus, mereka bekerja sama, tolong menolong juga, mereka sebut koalisi.

Koalisi, politikus?!. Mereka berunding dulu, sering sangat alot lalu mereka meberitakannya. Informasinya tidak jelas, mereka hanya menyatakan sudah sepakat, sudah sepaham, sudah saling mengerti. Aneh…menurutku.

Kita hanya menduga dan menebak apanya yang sepaham, apanya yang sepakat, apanya yang saling mengerti. Mereka hanya berbagi kekuasaan.

(Nb. setelah postingan ini, terbit 13 jam lebih, saya mengganti judulnya dari “Gotong royong, Berbagi kekuasaan” menjadi “Koalisi Berbagi Kekuasaan atau Gotong Royong” tanpa merobah isinya.)
__________________________________
dari Bisik-bisik: Gotong royong memang berbeda dengan koalisi, iya kan?!.

Written by Singal

May 29, 2009 at 6:49 pm

Kucing Putih, Kucing Hitam dan Nasionalisme!

with 38 comments

Obrolan dengan temanku Moh. Roem Lubis dan Moh. Nuh, di suatu tempat di tengah hutan Sumatera Selatan.

Membuat keputusan ditengah ketidakpastian, ibarat kita sedang berada di atas puing-puing yang terapung di tengah lautan, mengikuti arus yang selalu berubah arah setiap saat, tanpa batas, memberi rasa tidak nyaman yang tak terhingga, yang ada hanya harapan “Semoga arus ke arah daratan, semoga ada kapal penolong datang, berbagai semoga…tujuannya hanya ingin selamat, ingin hidup”. Sebuah harapan yang tidak pasti, karena tidak ada kemudi alias loss control.

“Saya tidak peduli, apa itu kucing putih atau kucing hitam, sejauh kucing itu bisa menangkap tikus, itu kucing yang baik” kata pemimpin Cina Deng Xiaoping, dan negeri Cina makin maju seperti sekarang. Dia menyatukan perbedaan ideologi. “Pertikaian ideologi membuat Cina terbelakang”.

Lalu, Deng mengirim sangat banyak mahasiswa berbagai disipilin ilmu, ke luar negeri, konon ratusan ribu orang. 25 (duapuluh lima) tahun kemudian, lebih dari sepuluh ribu orang dari antara mereka pulang, seraya memberi kontribusi yang hebat, membangun Cina moderen. Deng sang pemimpin, sudah almarhum ketika mereka pulang. Namun, beliau telah memberi kemudi untuk mengontrol ketidakpastian menjadi harapan yang pasti.

Suatu saat saya bercakap-cakap dengan seorang teman,
“Loe itu kalo dihubungi, ga pernah ada di tempat” kataku,
“Ruangan di kantor kami sedang diperbaiki. Saat ini kami semua berada dalam satu ruangan seperti di kelas, tidak ada batas, jadi tidak nyaman” jawabnya.
“Bah..kita kan, menyelesaikan pekerjaan kita sendiri, jadi perasaan seperti itu perlu dimatikan” sahutku.
“Ga..lah.. kayak kamu ga tau aja…, pokoknya ga nyaman!..” suaranya sudah mulai meninggi.
“Hati-hati..loe harus sering tarik napas..bebaskan pikiranmu….agar tidak stress…hehehe” jawabku menutup pembicaraan.
Meski kondisi dan situasi seperti itu relatif, dalam hati, saya benarkan juga pendapatnya.

Tanpa batas, sering menambah ketidakpastian, dapat membuat sebuah sistem tidak bisa dikontrol (uncontrolled system condition), dapat membuat keseimbangan terganggu dan tidak stabil. Dalam ketidakstabilan kita hanya berharap semoga tidak collapse atau ambruk.

Sebentar lagi kita akan memilih calon legislatif dan calon pemimpin yang akan mememegang kemudi negeri tercinta, Mereka para calon akan mewujudkan legenda pribadinya, kita hanya berharap ketika mereka sudah duduk di kursinya, semoga mereka searah menyuarakan dan mengemudikan kepentingan bangsa.

Maju!, tidak hanya berjanji mementingkan kepentingan pribadi, kelompok dan ideologi, mencari-cari kelemahan dan kesalahan, lupa membangun, lupa cita-cita dan lupa arah.

Suatu saat Obama menyatakan dalam kampanyenya “There will be time to punish those who set this fire, but now is the moment for us to come together and put the fire out.” , juga ketika si lelaki tua menyatakan kepada si Santiago bocah kecil “harta terungkap oleh kekuatan air yang mengalir, dan terkubur oleh arus yang sama” (Novel, Sang Alkemis, Paulo Coelho).

Harapan kita, suatu saat, siapapun yang jadi anggota legislatif dan yang menjadi pemimpin semoga mereka memberi kepastian arah bagi kepentingan bangsa.

Gong Xi Fa Cai
Selamat Tahun Baru Imlek
Tambah rezeki, tambah sehat dan panjang umur.
_________________________________
dari Bisik-bisik: Bersatu kita teguh, bercerai kita rubuh, iya kan?!, mari! pentingkan kebutuhan bangsa, sesuai kompetensi kita!

Written by Singal

January 26, 2009 at 6:32 pm

Sang Pengusaha

with 53 comments

“Pulanglah nak!, kamu kan pajojorhon malam ini, beritahu inang-bajumu agar pakayanmu diambil dari laemu tukang jahit samping rumah kita. Baju itomu si Riama ada di atas tempat tidur, sudah mama sterika, durung-durung kalian sudah mama siapkan diatas lemari” kata ibunya sambil menancapkan berkas lima atau enam semai padi siap tanam, bersama tangannya ke dalam tanah yang berlumpur lembut dan berair, mengangkat tangannya, meninggalkan batang dan daunnya dipermukaan dan akarnya berada didalam, lalu dengan cepat mengambil yang lain dari berkasnya segera menancapkannya sambil membungkuk mundur.

Anak laki-lakinya berumur 12 tahun masih klas 6 SD berbuat hal yang sama, sekali-sekali mereka berdiri untuk meluruskan pinggangnya. Sangat jarang anak laki-laki ikut menanam padi, apalagi anak sekecil dia.
“Tinggal sedikit lagi ma.., kita pulang bersama saja ma.. kita ke gereja bersamaan dengan si Riama dan bapak, kan?! “. katanya. Sambil berdiri, dia memperhatikan ibunya yang kurus, membungkuk, dengan cekatan menancap semai padi, kepalanya ditutup mandar yang dilipat melindungi sengatan matahari.

Ibunya, diam saja terus membungkuk dan mundur memasukkan tangannya kedalam lumpur dan membiarkan semai padinya tertancap. Ibu yang bersemangat, ibu yang tak letih berjuang demi keluarganya, Ibu dengan wajah yang penuh syukur memancarkan kebahagian, membaginya kepada semua orang yang berhadapan dengannya. Suaminya bekerja sebagai pamundak dipasar. Badannya tegap, pundak dan punggung yang keras lebam. Pekerjaannya menaikkan dan menurunkan karung penuh beras, mendorong drum minyak tanah dan minyak goreng dari dan ke truk dan toko-toko, semua orang di pasar itu menyenanginya.

Mereka adalah sosok keluarga yang tidak pernah lepas dari kerja fisik yang keras, termasuk anaknya. Namun, tidak pernah mundur atau menyerah meski sangat miskin. Mereka selalu merasa penuh berkat, penuh kebahagiaan didalam kekurangannya. Anehnya, banyak orang yang justru teman-temannya, sering menyebutnya si burju-loak.

Biasanya, di kampung itu, pada bulan Desember sebelum hari Natal, semua orang sudah selesai menanam padi. Mereka selalu belakangan, baik tahun ini juga tahun-tahun sebelumnya. Ibunya ikut menanam padi di sawah tetangga, lagi pula ayahnya baru kemarin menggaru sawah mereka, sedang ibunya mencabut atau mengambil semai padi siap tanam, menyusunnya menjadi berkas-berkas, lalu meletakkannya berbaris jarak dua meteran di dalam sawah yang telah digaru ayahnya, agar mudah ditanam besok harinya.

Diantara suara hujan Desember yang bedesah dan bunyi daun pohon serta tumbuhan kebun lainnya yang dibentur hujan, terdengar suara lonceng gereja bergema, menandakan pukul lima sore. “Tiuuur!, Tiur! ambil dulu daun pisang itu!” kata ibunya kepada adiknya, inang baju anaknya. “Ayo kita berangkat, ayah kalian nanti menyusul, mungkin pekerjaannya belum selesai”.

Mereka berjalan menuju gereja dengan daun pisang sebagai payung. Sawah dikiri kanan jalan yang baru ditanam tampak senang menyambut air jatuh dari atas. Wajah si Bonar dan Riama sangat senang, hari ini hari Natal, mereka memakai baju baru, iya baju baru… mereka memakai baju baru saat berbicara dengan Tuhan. “Tuhan akan menerima kami dengan senang. Tuhan juga akan menjaga ayahku” pikir si Bonar. Ayahnya biasanya sudah tiba di rumah meski bukan hari Natal.

Dia berjalan dengan sangat cepat di jalan yang masih basah, gunung sudah menghitam, awan memutih naik, sangat jelas di kegelapan, hujan baru reda, sekali-sekali kelipan lampu tampak dari kampung di gunung, suara jangkrik, kodok sawah dan binatang kecil lain besahutan. Dia bergegas, cahaya dari pintu dan jendela gereja di depannya sudah kelihatan. “Sonang ni borngin na i, uju ro Jesus i.…malam kudus…..” terdengar alunan nyanyian diiringi poti marende pedal, dia masuk tidak ada tempat duduk, “ahh… disana masih bisa di pojok bangku belakang”. “Beritahu bukit dan lembah, beritahu berita damai …damai di bumi…damai bagi seluruh umat manusia” suara yang terdengar dari nyanyian dan khotbah.

“Bapak tidak melihat saya pajojorhon“, suara si Riama yang berpegangan dengan ibunya, menyela pembicaraan dalam perjalanan pulang yang diterangi lilin ditangan mereka. “Iya nak, ketika bapak mau pulang bapak harus menolong seorang anak yang ditabrak mobil, membawanya kerumah sakit, orang tuanya belum tahu, kita tidak mengenalnya. Semua uang bapak habis membeli obatnya bahkan masih kurang, semoga dia lekas sembuh nak!” sahut bapaknya tangannya terletak di pundak si Bonar, sambil memperhatikan istrinya yang bijak, sebelumnya, dia telah membisikkannya kepada si jantung hatinya itu.

“Ma..! Pa..!, si Riama tidak bisa pulang, dia sibuk menyelesaikan research Doktornya di Leiden Belanda. Iniii, ini si Bonar, maa..! paa…!!!, ……!!” Suara tangisnya di atas dua gundukan tanah di kebun belakang rumahnya, Ibunya meninggal ketika Bonar masih kelas dua SMA dan Riama kelas satu SMA, ayahnya menyusul setahun kemudian. Kini Bonar seorang pengusaha yang sukses, mempekerjakan lebih dari empat ribu orang karyawan.

“Sudahlah nak ” kata inang udanya yang sudah menjanda, suaminya meninggal beberapa tahun lalu. “Sudah lah nak, ayo kita berangkat…kau dengar lonceng gereja itu?”.

Selamat Hari Natal
dan Tahun Baru.
Damai di bumi, damai bagi seluruh umat manusia.
_________________________________
dari Bisik-bisik:
Pajojorhon: liturgi, anak-anak menyebut firman Tuhan dari depan mimbar gereja.
Inang-baju: kata panggil kepada adik ibu yang belum menikah
Lae: kata panggil antara laki-laki atau saudara sepupu, atau ipar
Ito: Saudara perempuan, kalau laki-laki yang memanggil (berlaku timbal balik, saudara laki-laki kalau perempuan yang memanggil). Berlaku juga antara gadis dan pemuda.
Durung-durung: Persembahan kepada Tuhan.
Menggaru: meratakan sawah sebelum ditanam.
Mandar: kain sarung
Pamundak: orang yang bekerja mengangkat barang berat seperti beras dan lain-lain, di pasar.
Burju-loak: orang yang baik tetapi bodoh
Poti marende: organ
Inang-uda: adik ibunya, dipangil inang baju sebelum menikah.

Written by Singal

December 22, 2008 at 6:17 pm

Some (one/thing) behind!

with 13 comments

Fiksi.

Rambutnya sudah beruban, pipi dan dahinya memerah berkilat diterpa matahari sore, dari puncak gunung itu, dia tidak bosan memandang ke sekeliling lembah, ke arah utara lalu berputar ke selatan, mengangkat tangan keatas dahi mencegah silau, menghubungkan seluruh bukit kehijauan dan gunung kebiruan yang melingkari lembah itu.

Tidak ada rasa penat, tadi pagi bangun pukul 2.00, pukul 4.00 check-in di bandara Sukarno Hatta, take-off pukul 6.00, naik mobil sewa sejauh 300 km lebih dari Medan, istrahat makan siang di tepi danau Toba Parapat, sekarang hampir pukul 4.00 sore, dia berdiri di puncak gunung ini. Mobil tua yang meraung-raung mendaki jalan tebing terjal berbatu batu mengantarnya kesini. Setengah jam yang lalu setelah turun dari mobil sewa, dia masih minum kopi di salah satu lapo di kaki bukit ini.

Lembah…, sawah yang menguning bergelombang ditiup angin bak ombak laut, terbelah menjadi beberapa bagian, diiris jalan yang tampak menjadi garis hitam kehijauan, menghubungkan kampung-kampung dengan jalan besar, membentuk rangkaian simpul terhubung satu sama lain. Kampung berbagai berbentuk!. Bentuk persegi tidak beraturan,… bentuk bulat,… dan selalu dikelilingi pohon dan bambu. Di dalamnya deretan rumah beratap seng tampak sebesar kotak korek api. Cahaya matahari kadang muncul dari atap seng melalui celah daun pohon yang bergoyang ditiup angin. Sekali-sekali gumpalan debu beterbangan bergulung gulung mengejar mobil menyusuri garis hitam itu menuju jalan besar. “hmm… setiap pagi, jalan besar itu penuh anak sekolah, jalan kaki menembus kabut yang membatasi pandangan dua sampai tiga meter” dia bergumam.

Dua sungai besar mengalir memberi kesuburan pada lembah itu, memberi batas barat, tengah dan timur, yang tidak penah tercatum di ampolop surat pos. Bertemu di suatu tempat, lalu bergerak menuju ke selatan mengejar nun jauh disana…lautan Hindia. “Lembah yang indah dan subur…, kota sekolah…Medan…Jakarta..Indonesia…kota dan lembah yang ada di dunia..dunia makin sempit,…” pikirannya mencampur semua kejadian, dulu, saat ini dan masa datang, lebih cepat dari komputer apapun. Lalu dia berbalik memanggul ransel kesukaannya, melangkahkan kakinya melanjutkan perjalanan sambil menenteng sekotak besar rokok. Ya!, sekotak besar…meski dia tidak pernah merokok.

“Saya harus cepat, tiga bukit lagi harus kulewati…..satu setengah atau dua jam naik turun, lalu mandi di pancuran”. Perasaan menyenangkan mengalahkan kelelahannya, menimbulkan semangat masa mudanya, membayangkan pancuran bambu, airnya jernih keluar dari celah batu yang terbenam di pinggang bukit, terletak tidak jauh, sebelum kampungnya. “bundaran pelangi kecil, akan muncul didepanku bersamaan dengan jatuhnya percikan air pancuran dari kepalaku, dilukis sinar matahari sore. Tetapi hari ini tidak, matahari sudah terbenam saat saya tiba…aah..masih ada hari esok!” pikirannya penuh, serempak dengan langkahnya yang panjang di jalan antara bukit, jurang dan lembah kecil yang ditumbuhi semak, ilalang bercampur dengan pohon-pohon kecil-kecil. Haramonting, sanduduk, motung, tandiang, antunu dan buar-buar, kadang diselingi hau umbang, tambissu, dan sepang. Tiupan angin memaksa pohon dan ilalang berdesir, daun-daunan melambai-lambai disertai suara binatang dan kepakan burung ikut menyambut kehadirannya.

“Mana mungkin baik!…akhir tahun lalu para pabrikan mobil, motor beserta agennya mengumumkan keuntungan dan kenaikan jumlah penjualan, Jasa Marga juga untung, pabrik semen untung…. penghasilan pajak kendaraan…”, tiba-tiba muncul dipikirannya, tadi pagi dia ke bandara melewati banyak polisi tidur, berlubang menyakiti ban mobil, lalu masuk ke jalan besar. Jalan tol menuju bandara sudah mulai padat. Di bandara, hanya satu pintu yang terbuka, orang beringsut mengangkat tangannya ke dada melindungi tubuhnya dari antrian yang berdesakan. Pandangan mata dingin petugas seolah tanpa perasaan, gajinya mungkin kecil, sementara dua temannya asyik ngobrol tidak peduli. “Mana mungkin pelayanan publik yang baik, mana mungkin ada mass transport…. !! omong kosong…rugiii!!. Tiang-tiang mono-rail terbengkalai, bahkan sudah memakan korban mobil dan manusia”.

“Mana mungkin baik!!…., danau toba tetap saja mengecil….hutan tetap saja gundul, meski pabrik pulp kertas telah menyatakan pabriknya tidak mengganggu lingkungan,….permukaan danau toba tetap saja dibiarkan jelek dan bau, karena keramba ikan nila terutama di Parapat berpartisipasi meningkatkan nilai ekspor…”. Terbayang kesialannya terjebak dibelakang mobil truk, penuh kayu menggunung, menakutkan ketika jalan menikung, miring hampir terbalik. Mengakibatkan antrian panjang, mereka parkir dipinggir jalan entah apa sebabnya. Truk-truk itu juga harus melewati jembatan timbang. Lepas dari antrian membuat mobil mobil lari kencang, seolah dikejar hantu yang tak pernah menampakkan dirinya. Maka dia lebih sibuk berdoa daripada menikmati perjalanan, dia lebih sering memasukkan jantungnya yang sering terasa copot…sungguh nyawa hampir tak berharga…tidak ada speed limit.

Terdengar suara pancuran, tak terasa dia akan segera tiba, “bo..ni aek i.., bo..ni aeki!!” dia berteriak keras, dia heran tidak ada jawaban.. “pukul 6 lewat tidak ada orang?!”, biasanya saatnya banyak orang mandi..

Tubuhnya yang segar setelah mandi, menyesuaikan hawa dingin pegunungan. Dia melangkahkan kaki melewati gerbang kampung, cahaya lampu petromax dari lapo satu-satunya menerobos kegelapan menerangi jalan didepannya, hatinya sangat senang, terharu.., langkahnya makin panjang…suara riuh orangtua main catur dan nyanyian pemuda diiringi gitarnya, terdengar sayup-sayup, makin jelas makin kencang… dan “horas!!”
“horas!!…” semua orang menatapnya penuh tanda tanya.
“aku si Tigor…..!!” dia melihat sekeliling tidak ada satupun yang dikenalnya….

Tiba-tiba “bah…sudah pulang kau Tigor…”, seorang tua ubanan langsung memeluknya, “tigapuluh tahun cukup membuat generasi sudah berganti” katanya. “Berapa anakmu, kau sudah punya cucu?!, lihat aku, cucuku pun sudah mau nikah”, lanjutnya.

Tigor terhenyak dan terdiam sejenak, “Saya belum kawin, belum nikah…., tetapi semua anak-anakku, sudah selesai sekolah. Anak pungut!!, mereka banyak yang sudah berkeluarga, mereka tidak mengenal saya, dan saya tidak ingin mereka kenali, saya senang mereka sukses….hehehe..kau tau itu…..”

“Ah..kau itu, si Roma si gunung es itupun belum kawin..meski banyak pemuda yang melamarnya.., sudah tua dia itu..tetap saja cantik.. hehehe…cinta monyetmu itu..” sahut si orangtua temannya semasa sekolah, merekapun ngobrol sampai pagi.
__________________________
dari Bisik-bisik: Lapo: Warung atau kedai kopi/tuak, tempat orang berkumpul, minum, makan, main catur dan bernyanyi sering diiringi gitar.
Haramonting, baca [Haramotting]: sejenis tumbuhan liar setinggi pinggang orang dewasa, biasanya tumbuh di padang rumput dan steppa kadang disemak-semak, buahnya bulat sebesar ujung ibu jari orang dewasa, kalau sedang masak warnanya merah, rasanya manis dan enak dimakan.
Sanduduk [sadduduk]: sejenis tumbuhan liar setinggi pinggang orang dewasa, sering tumbuh berdampingan atau diselingi haramonting, daun bunga dan buahnya didominasi warna ungu. Buahnya bulat lonjong lebih kecil dari buah haramonting, rasanya sepat.
Motung: Sejenis pohon kecil, daunnya lebar dua warna, bagian bawah putih dan bagian atas hijau, tiupan angin seolah memberi lambaian dan bagus kelihatan.
Tandiang [taddiang]: Pakis
Antunu [attunu]: Sejenis pohon batangnya langsung bercabang, daunnya seperti pandan berduri lebih panjang, buahnya sebesar mangga dan kulitnya sperti buah nangka, tidak dimakan. Tumbuh di jurang kecil, kehadirannya menandakan kelembaban dan kemungkinan ada air.
Buar-buar: sejenis tumbuhan seperti rotan, besar tetapi kaku, jarang digunakan, ujungnya berduri.
Hau umbang [hau ubbang]: sejenis pohon tidak pernah atau jarang menjadi besar, tetapi banyak tumbuh dibukit, batangnya sering digunakan sebagai pagar.
Tambissu [tabbiccu]: sejenis pohon tak pernah atau jarang besar, seperti hau umbang, batangnya sering dipakai sebagai pagar. sejenis ulat suka daun tambissu ini, dapat dimakan.
Sepang: Sejenis pohon, batangnya lurus tidak bercabang, lunak dan ringan, dipakai sebagai bahan untuk membuat okulele dan gitar kualitas sedang.
Bo..ni aek i..: adalah kata normal yang harus diteriakkan ke pemandian kalau kita ingin lewat, atau mandi.

Written by Singal

December 10, 2008 at 9:29 pm